Sabtu, 12 Desember 2009

kepribadian sehat

Ada banyak cara mengukur berapa sehat tidaknya kepribadian seseorang, salah satunya adalah melalui lima karakteristik berikut ini:
1.Neurotisisme: Faktor ini merujuk kepada kesanggupan orang menanggung tekanan hidup. Orang yang bermasalah adalah orang yang memiliki tuntutan yang tidak realistik sehingga rawan terhadap stres bila keinginannya tidak tercapai. Akibatnya ia rentan terhadap depresi dan kemarahan. Kerap kali ia dibuat lumpuh oleh masalahnya atau, ia akan menyalurkan stres itu ke tubuhnya yang membuatnya sakit-sakitan. Sebaliknya, orang yang sehat adalah orang yang mampu menahan stres tanpa harus dikuasai oleh kecemasan yang berlebihan.

2.Ekstraversi: Faktor ini merujuk kepada keterbukaan orang dengan dirinya termasuk pikiran dan perasaannya. Ia sanggup mengekspresikan pikiran dan perasaannya dengan tepat dan bebas sehingga mampu membangun relasi yang dalam dengan sesama. Ia memiliki energi yang tinggi dan mudah bersukacita, ia hangat dan menyenangkan.

3.Openness to Experience: Faktor ini merujuk kepada semangat untuk hidup dan keterbukaan terhadap pengalaman hidup. Ia tidak takut pada pengalaman baru, bersedia mencoba pengalaman yang baru, dan mengizinkan diri untuk menghayati pengalaman hidup sepenuhnya. Ia terbuka terhadap reaksi perasaannya dan cenderung imajinatif.

4.Agreeableness: Faktor ini merujuk kepada karakteristik yang lembut, baik hati, mudah percaya, ringan tangan, dan pemaaf. Lawan dari karakteristik ini adalah antagonistik-sinis, kasar, penuh curiga, sukar kerja sama, mudah marah, dan manipulatif.

5.Conscientiousness (Tanggung jawab): Faktor ini merujuk kepada orang yang mampu menjalankan hidupnya dengan penuh tanggung jawab. Ia memiliki komitmen pada kewajibannya dan sanggup memenuhinya. Ia mempunyai tujuan hidup yang jelas dan target yang dapat dicapainya. Orang ini tidak mudah menyerah dan berdisiplin diri.

kepribadian sehat

Ada banyak cara mengukur berapa sehat tidaknya kepribadian seseorang, salah satunya adalah melalui lima karakteristik berikut ini:
1.Neurotisisme: Faktor ini merujuk kepada kesanggupan orang menanggung tekanan hidup. Orang yang bermasalah adalah orang yang memiliki tuntutan yang tidak realistik sehingga rawan terhadap stres bila keinginannya tidak tercapai. Akibatnya ia rentan terhadap depresi dan kemarahan. Kerap kali ia dibuat lumpuh oleh masalahnya atau, ia akan menyalurkan stres itu ke tubuhnya yang membuatnya sakit-sakitan. Sebaliknya, orang yang sehat adalah orang yang mampu menahan stres tanpa harus dikuasai oleh kecemasan yang berlebihan.

2.Ekstraversi: Faktor ini merujuk kepada keterbukaan orang dengan dirinya termasuk pikiran dan perasaannya. Ia sanggup mengekspresikan pikiran dan perasaannya dengan tepat dan bebas sehingga mampu membangun relasi yang dalam dengan sesama. Ia memiliki energi yang tinggi dan mudah bersukacita, ia hangat dan menyenangkan.

3.Openness to Experience: Faktor ini merujuk kepada semangat untuk hidup dan keterbukaan terhadap pengalaman hidup. Ia tidak takut pada pengalaman baru, bersedia mencoba pengalaman yang baru, dan mengizinkan diri untuk menghayati pengalaman hidup sepenuhnya. Ia terbuka terhadap reaksi perasaannya dan cenderung imajinatif.

4.Agreeableness: Faktor ini merujuk kepada karakteristik yang lembut, baik hati, mudah percaya, ringan tangan, dan pemaaf. Lawan dari karakteristik ini adalah antagonistik-sinis, kasar, penuh curiga, sukar kerja sama, mudah marah, dan manipulatif.

5.Conscientiousness (Tanggung jawab): Faktor ini merujuk kepada orang yang mampu menjalankan hidupnya dengan penuh tanggung jawab. Ia memiliki komitmen pada kewajibannya dan sanggup memenuhinya. Ia mempunyai tujuan hidup yang jelas dan target yang dapat dicapainya. Orang ini tidak mudah menyerah dan berdisiplin diri.

tujuan hidup

Suatu hari ada orang aneh mendatangi anda. Lalu berucap: “Mau kemana sih, loe?”, Gampang. Anda jawab saja: “Gue mau kekantor!”. Atau, “Gue mau kekampus.” Bilang “kerumah pacar” juga boleh. Pertanyaannya hanya satu; “Mau kemana sih, loe?” Tetapi, jawabannya bisa banyak sekali. Sekarang, jawaban mana yang benar? Tidak seperti soal ebtanas yang menuntut hanya satu jawaban yang benar, pertanyaan itu memberikan keleluasaan kepada setiap individu untuk menemukan jawabannya masing-masing. Apakah anda bilang hendak kekantor atau ke kampus, atau kerumah pacar; itu tidak dipersoalkan. Sebab, orang yang mempunyai tujuan, akan selalu mempunyai jawabannya. Sedangkan, seseorang yang tidak tahu hendak menuju kemana dia; pasti tidak bisa menjawabnya.Saya baru diingatkan kembali tentang salah satu episode dari Alice in Wonderland, buah karya legendaris Lewis Carroll. Dalam suatu perjalanan, Alice tiba di sebuah persimpangan jalan. Jalan yang dilaluinya bercabang menjadi dua. Satu kekiri, dan satu lagi kekanan. Alice bingung mau mengambil jalan yang mana. Dalam bimbangnya, ia bertanya kepada Cheshire Cat yang lucu itu; “Would you tell me please,” katanya “which way I ought to go from here?” Kucing bijaksana itu menatap wajah Alice. Lalu dia berkata; “That’s depend on a good deal on where you want to go…” Kata Cheshire Cat. Mendengar nasihat itu, Alice berkata bahwa dirinya tidak terlalu peduli dengan tujuan. Dan sang kucing kembali tersenyum, lalu berkata dengan lemah lembut;

“Then, it doesn’t matter which way you go….” Jalan mana yang kamu tempuh – my dear – bergantung kepada tujuanmu.

Kalo kamu nggak tahu kemana tujuan kamu, ngambil jalan manapun nggak urusan. Terserah kamu. Itu bukan saya yang bilang. Tapi, si Cheshire Cat. Kalau bangsa kucing aja bisa bilang begitu; kenapa anda nggak bisa bilangin hal yang sama buat diri anda sendiri? Anda suka kebingungan kalo berhadapan dengan dua pilihan. Jadinya hidup anda gamang. Jiwa anda ngambang. Hati anda bimbang. Nggak bisa bikin keputusan. Ujung-ujungnya anda cuma bengong doang. Nggak ngambil jalan yang ini. Nggak juga yang itu. Nggak ngambil tindakan ini. Nggak juga yang itu. Anda jadi pasif. Nggak ngapa-ngapain. Dan tahu- tahu anda nyadar kalau udah tua. Padahal anda nggak tahu dipake apa aja tuch umur! Begitu, sang sosok dicermin berkata ketika saya menatapnya.

Sebenarnya, hal itu tidak perlu terjadi jika saja kita sudah mempunyai jawaban yang jelas atas pertanyaan dari orang aneh tadi. “Mau kemana sih, loe?”. Sesungguhnya, ini bukan sekedar pertanyaan tentang sebuah tindakan. Melainkan tentang misi hidup kita. Pendek kata, `Mau kemana sih, loe..’ mengingatkan kita bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan suatu tujuan. Oleh karenanya, setiap manusia yang dilahirkan memiliki misi hidupnya masing-masing. Kita diajak untuk sadar tentang tujuan hidup kita itu. Sebab, tujuan hidup kita akan menentukan tindakan kita. Jika tujuan hidup kita baik; maka kita akan menjauhi tindakan-tindakan yang buruk. Tetapi, jika tujuan hidup kita buruk; ngapain kita buang-buang waktu untuk melakukan tindakan yang baik? Kalaupun kita melakukan kebaikan, maka itu bertujuan supaya kita bisa menutupi keburukan lain yang kita lakukan. Topeng. Karena, kebaikan kita pasti tidak didasari oleh niat baik. Mungkin kita hanya sekedar ingin dipuji orang. Mungkin kita hanya ingin agar orang mencoblos kita pada pemilihan ketua RT nanti. Apa saja.

Sedangkan tujuan yang baik memberi kita panduan. Supaya kita tidak melakukan tindakan yang berlawanan dengan tujuan kita. Jika kita bertujuan baik, kita tidak akan pernah mau mencemarinya dengan setitik dengki didalam hati. Apalagi merusaknya dengan tindakan yang merugikan orang lain. Atau hal-hal buruk lainnya. Sebab, seperti air dan minyak, tujuan baik belum bisa berintim-intim dengan perilaku buruk. Makanya, jika seseorang lebih banyak berperilaku buruk. Mementingkan dirinya sendiri. Menghalalkan segala cara; bisa dipastikan bahwa orang itu mendefinisikan tujuan hidupnya kearah yang buruk. Sebab, jika tujuan mereka baik; pasti akan tercermin pula didalam sikap, tindak-tanduk, dan lakunya setiap hari. Pendek kata, tujuan yang kita tentukan memberi arah kepada kita; atas jalan mana yang harus kita tempuh ketika kita berada disebuah persimpangan.

Selain memberi arah, tujuan hidup juga memberi kekuatan jiwa. Jika kita sudah mempunyai tujuan mulia; maka kesulitan hidup macam apapun yang merintangi, pasti akan kita hadapi. Jadinya, kita tidak mudah menyerah. Karena kita tahu, meskipun sulit; tapi itu adalah jalan yang akan membawa kita menuju ke tempat yang kita tuju. Sedangkan, jalan lain – meskipun kelihatannya indah – bukan membawa kita ke tempat yang kita cita-citakan. Dengan begitu kita bisa menjadi pribadi yang tangguh.

Dalam pekerjaan pun demikian. Jika kita mempunyai tujuan dalam karir atau pekerjaan, maka kita akan bersedia untuk melakukan banyak hal yang memungkinkan kita mencapai tujuan itu. Meskipun mungkin itu membutuhkan usaha ekstra. Kesabaran yang lebih besar. Dan keuletan yang luar biasa. Jika tujuan kita lebih besar dari orang lain; maka kita tahu dong bahwa usaha yang kita lakukan mestinya juga lebih berkualitas daripada orang lain. Oleh sebab itu, agak aneh juga ya kalau kita bercita-cita untuk melampaui pencapaian orang lain, tapi kita bekerja dengan kualitas dan kuantitas yang sama dengan mereka. Betapa banyak orang yang ingin sukses dalam karirnya. Ingin menjadi manajer yang hebat. Tidak jarang juga yang berambisi untuk menjadi direktur secepat kilat. Tapi, mereka bekerja tidak lebih baik dari teman-temannya. Bahkan, jujur saja; orang lain banyak yang lebih bersungguh-sungguh dari mereka. Menurut pendapat anda; jika kesempatan itu memang ada, siapa yang layak mendapatkannya? Tentu adalah orang yang lebih ulet. Lebih giat. Lebih berdedikasi.

Ada pertanyaan; Jika kita punya tujuan, belum tentu bisa mencapainya kan? Benar. Tidak semua orang yang mempunyai tujuan berhasil mewujudkannya. Karena ada beberapa faktor yang menentukan. Misalnya, kita keburu meninggal. Jika sang pemilik hidup mengambil hidup kita, mau apa lagi? Terima saja. Lagipula, jika selama hidup kita sudah dituntun oleh tujuan hidup yang baik, maka pastilah maut akan membawa kita ke tempat yang lebih baik. Bagaimana kalau kelakuan kita dikendalikan oleh tujuan hidup yang buruk? Jadi, kematian bukanlah sesuatu yang mesti kita takutkan.

Lain ceritanya kalau ketidakberhasilan itu disebabkan karena kita tidak memaksimalkan kemampuan yang kita miliki. Betapa banyak orang yang sesungguhnya mempunyai kemampuan tinggi, sekolah tinggi, kesempatan banyak; tapi mereka tidak memaksimalkannya. Jadi, meskipun cita-citanya tinggi; pencapainnya tetap rendah. Mengapa? Karena mereka tidak memacu diri untuk mengerahkan semua potensi diri yang dimiliki.

“Mau kemana sih, loe?” bukan pertanyaan yang semata-mata bersifat duniawi. Dia juga mewakili kepentingan ukhrowi. Pertanyaan itu mengingatkan kita bahwa nanti, kita ini akan kembali menghadap sang Khalik. Sang pemilik hidup, yang sudah meminjamkan hidup itu kepada kita. Maka, “Mau kemana sih, loe?” mengandung makna; `apa yang akan engkau pertanggungjawabkan kelak ketika engkau kembali menghadap sang pencipta?’. Bukankah pasti Dia bertanya; “Elo pake apa tuch kehidupan yang sudah Gue pinjamkan itu?”

Ketika mendengar seseorang meninggal dunia, Anda bilang: “Saya turut berduka cita.” Lalu anda berkata: “Semoga arwahnya diterima disisi Tuhan, dan diberikan tempat baginya disurga….” Itu sebetulnya bukan sekdar do’a. melainkan juga cita-cita kita. Kita ingin kembali ketempat yang layak di sisi Tuhan kelak. Makanya, aneh juga ya kita ini. Kita berdoa begitu untuk orang yang meninggal,. Tapi, kita suka lupa bahwa doa itu hanya akan dikabulkan jika orang yang kita doakan memang orang baik. Jika dia bukan orang baik; memangnya kita ini sesakti apa sehingga Tuhan mau mendengarkan doa kita? Apalagi jika doa itu kita ucapkan hanya sekedar basa-basi belaka. Sebaliknya, orang-orang baik yang meninggal. Meskipun kita tidak berdoa kepada Tuhan supaya Dia memberinya tempat paling mulia: dia tetap saja akan mendapatkan tempat mulia itu. Sebab, memang dasarnya dia orang baik. Dan memenuhi syarat untuk mendapatkan kemuliaan disisin Tuhan.

Lantas, bagaimana seandainya yang mati itu bukan orang yang kita doakan; melainkan diri kita sendiri? Apakah doa orang lain akan sanggup merayu Tuhan supaya memberi kita tempat yang layak? Ataukah, perilaku baik kita selama hidup yang menentukan?

rokok

Racun pada Rokok
Rokok mengandung kurang lebih 4000 elemen-elemen, dan setidaknya 200 diantaranya dinyatakan berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida.
Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru.
Nikotin adalah zat adiktif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah. Zat ini bersifat karsinogen, dan mampu memicu kanker paru-paru yang mematikan.
Karbon monoksida adalah zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, membuat darah tidak mampu mengikat oksigen.
 
Efek Racun
Efek racun pada rokok ini membuat pengisap asap rokok mengalami resiko (dibanding yang tidak mengisap asap rokok):
14x menderita kanker paru-paru, mulut, dan tenggorokan
4x menderita kanker esophagus
2x kanker kandung kemih
2x serangan jantung
Rokok juga meningkatkan resiko kefatalan bagi penderita pneumonia dan gagal jantung, serta tekanan darah tinggi.
 
Batas Aman
Menggunakan rokok dengan kadar nikotin rendah tidak akan membantu, karena untuk mengikuti kebutuhan akan zat adiktif itu, perokok cenderung menyedot asap rokok secara lebih keras, lebih dalam, dan lebih lama.
TIDAK ADA BATAS AMAN BAGI ORANG YANG TERPAPAR ASAP ROKOK.
Efek Bahaya Asap Rokok Bagi Kesehatan Tubuh Manusia

Rokok adalah benda beracun yang memberi efek santai dan sugesti merasa lebih jantan. Di balik kegunaan atau manfaat rokok yang secuil itu terkandung bahaya yang sangat besar bagi orang yang merokok maupun orang di sekitar perokok yang bukan perokok.
1. Asap rokok mengandung kurang lebih 4000 bahan kimia yang 200 diantaranya beracun dan 43 jenis lainnya dapat menyebabkan kanker bagi tubuh. Beberapa zat yang sangat berbahaya yaitu tar, nikotin, karbon monoksida, dsb.
2. Asap rokok yang baru mati di asbak mengandung tiga kali lipat bahan pemicu kanker di udara dan 50 kali mengandung bahan pengeiritasi mata dan pernapasan. Semakin pendek rokok semakin tinggi kadar racun yang siap melayang ke udara. Suatu tempat yang dipenuhi polusi asap rokok adalah tempat yang lebih berbahaya daripada polusi di jalanan raya yang macet.
3. Seseorang yang mencoba merokok biasanya akan ketagihan karena rokok bersifat candu yang sulit dilepaskan dalam kondisi apapun. Seorang perokok berat akan memilih merokok daripada makan jika uang yang dimilikinya terbatas.
4. Harga rokok yang mahal akan sangat memberatkan orang yang tergolong miskin, sehingga dana kesejahteraan dan kesehatan keluarganya sering dialihkan untuk membeli rokok. Rokok dengan merk terkenal biasanya dimiliki oleh perusahaan rokok asing yang berasal dari luar negeri, sehingga uang yang dibelanjakan perokok sebagaian akan lari ke luar negeri yang mengurangi devisa negara. Pabrik rokok yang mempekerjakan banyak buruh tidak akan mampu meningkatkan taraf hidup pegawainya, sehingga apabila pabrik rokok ditutup para buruh dapat dipekerjakan di tempat usaha lain yang lebih kreatif dan mendatangkan devisa.
5. Sebagian perokok biasanya akan mengajak orang lain yang belum merokok untuk merokok agar merasakan penderitaan yang sama dengannya, yaitu terjebak dalam ketagihan asap rokok yang jahat. Sebagian perokok juga ada yang secara sengaja merokok di tempat umum agar asap rokok yang dihembuskan dapat terhirup orang lain, sehingga orang lain akan terkena penyakit kanker.
6. Kegiatan yang merusak tubuh adalah perbuatan dosa, sehingga rokok dapat dikategorikan sebagai benda atau barang haram yang harus dihindari dan dijauhi sejauh mungkin. Ulama atau ahli agama yang merokok mungkin akan memiliki persepsi yang berbeda dalam hal ini.
Kesimpulan :
Jadi dapat disimpulkan bahwa merokok merupakan kegiatan bodoh yang dilakukan manusia yang mengorbankan uang, kesehatan, kehidupan sosial, pahala, persepsi positif, dan lain sebagainya. Maka bersyukurlah anda jika belum merokok, karena anda adalah orang yang smart / pandai.
Ketika seseorang menawarkan rokok maka tolak dengan baik. Merasa kasihanlah pada mereka yang merokok. Jangan dengarkan mereka yang menganggap anda lebih rendah dari mereka jika tidak ikutan ngerokok. karena dalam hati dan pikiran mereka yang waras mereka ingin berhenti merokok.
Sumber: www.organisasi.org

dampak orang tua otoriter

MENGASUH anak remaja yang secara fisik sudah mandiri tidak lebih mudah dibandingkan mengasuh bayi. Apa yang Anda lakukan kadang tidak disadari dan membawa pesan-pesan tertentu bahkan mampu menciptakan atmosfer saling menghormati di dalam rumah, atau kekacauan dan kontrol kekuasaan.
Ahli pengasuhan remaja, Maggie Baumann, M.A terapis internal keluarga yang bekerja sebagai penasihat di pelatihan pribadi di Newport Beach dan The Victorian in Newport Beach berbagi tip dengan Anda melalui Media Perempuan.

Ia mengatakan ada berbagai macam gaya mengasuh, tetapi tiga gaya yang paling umum yaitu mengasuh dengan cara memberikan perintah, menerima semuanya dan memberikan pilihan. Namun dalam artikel ini akan diturunkan tentang bagaimana dan apa akibatnya jika orang tua terlalu suka memberikan perintah.

Dengan gaya ini, orang tua akan terfokus kepada memberian batasan-batasan. Mereka mencoba untuk mengkontrol anak remaja mereka. Anak-anak yang hidup dengan gaya pengasuhan seperti ini umumnya akan merasa kecil dan tidak bebas.

Gaya mengasuh ini biasa disebut “otoriter.” Orang tua cenderung suka mengkritik dan menghakimi anak remaja mereka. Anak biasa selalu menuntut, dan orang tua menggunakan hukuman dan penghargaan untuk melakukan control. Orang tua dengan gaya mengasuh ini kemungkinan akan terlalu terlibat dalam pekerjaan rumah anak remaja mereka, terlebih kepada prestasi dan nilai yang bagus dibandingkan pelajaran serta pengalaman anak. Tidak ada penghargaan yang nyata kepada anak remaja.

Akibatnya, remaja yang diasuh seperti ini dapat bersifat:

Bila anda orang tua yang otoriter, anak remaja anda akan bereaksi dengan cara yang berbeda. Ada yang frustasi, marah, dan pemberontak di area yang orang tua tidak dapat mengkontrol—seperti pertemanan, obat terlarang, kenakalan di sekolah, atau seks. Disini kekuatan untuk bertahan muncul diantara remaja dan orang tua. Penghormatan akan hilang di kedua belah pihak.

Bagaimanapun, anak remaja dari orang tua otoriter akan bersikap dengan cara berlawanan, penuh rasa takut kepada orang tua dan tidak berani menunjukkan emosinya. Anak tidak mau dikritik, dan mereka mencoba semampunya untuk menyenangkan orang tua dan mengikuti arahan orang tua, meski anak tidak lagi menghormati orang tua. Pada permukaan, akan tampak bahwa hubungan keluarga akan terlihat sempurna…karena anak remaja berlaku seperti yang dituntut orang tua.

Dampak buruk dari gaya pengasuhan seperti ini:
1. Gaya mengasuh dengan cara memberikan perintah tidak akan membantu untuk membangun kepercayaan dan rasa saling menghormati
2. Gaya mengasuh ini tidak menawarkan kebebasan yang pantas dan rasa tanggung jawab kepada anak remaja
3. Gaya mengasuh ini tidak mengajarkan anak remaja untuk memikirkan dirinya sendiri

pergaulan bebas

Eksploitasi seksual dalam video klip, majalah, televisi dan film-film ternyata mendorong para remaja untuk melakukan aktivitas seks secara sembarangan di usia muda. Dengan melihat tampilan atau tayangan seks di media, para remaja itu beranggapan bahwa seks adalah sesuatu yang bebas dilakukan oleh siapa saja, dimana saja.

Menurut Jane Brown, ilmuwan dari Universitas North Carolina yang memimpin proyek penelitian ini, semakin banyak remaja disuguhi dengan eksploitasi seks di media, maka mereka akan semakin berani mencoba seks di usia muda.

Sebelumnya para peneliti ini telah menemukan hubungan antara tayangan seks di televisi dengan perilaku seks para remaja. Dengan mengambil sampel sebanyak 1,017 remaja berusia 12 sampai 14 tahun dari Negara bagian North Carolina, AS yang disuguhi 264 tema seks dari film, televisi, pertunjukan, musik, dan majalah selama 2 tahun berturut-turut, mereka mendapatkan hasil yang sangat mengejutkan.

Secara umum, kelompok remaja yang paling banyak mendapat dorongan seksual dari media cenderung melakukan seks pada usia 14 hingga 16 tahun 2,2 kali lebih tinggi ketimbang remaja lain yang lebih sedikit melihat eksploitasi seks dari media.

Maka tidak mengherankan kalau tingkat kehamilan di luar nikah di Amerika Serikat sepuluh kali lipat lebih tinggi dibanding negara-negara industri maju lainnya, hingga penyakit menular seksual (PMS) kini menjadi ancaman kesehatan publik disana.

Pada saat yang sama, orang tua juga melakukan kesalahan dengan tidak memberikan pendidikan seks yang memadai di rumah, dan membiarkan anak-anak mereka mendapat pemahaman seks yang salah dari media. Akhirnya jangan heran kalau persepsi yang muncul tentang seks di kalangan remaja adalah sebagai sesuatu yang menyenangkan dan bebas dari resiko (kehamilan atau tertular penyakit kelamin).

Parahnya lagi, menurut hasil penelitian tersebut, para remaja yang terlanjur mendapat informasi seks yang salah dari media cenderung menganggap bahwa teman-teman sebaya mereka juga sudah terbiasa melakukan seks bebas. Mereka akhirnya mengadopsi begitu saja norma-norma sosial "tak nyata" yang sengaja dibuat oleh media.

Hasil penelitian tersebut dipublikasikan dalam jurnal American Academy of Pediatrics, serta sebagian dalam Journal of Adolescent Health. Namun sayangnya, hasil penelitian tersebut belum melihat bagaimana dampak informasi seks di internet pada perilaku seks remaja.

Dengan mendapatkan temuan-temuan lain yang lebih konsisten, mungkin kita tak perlu menunggu lama untuk membuktikan bahwa media memiliki peranan penting dalam pembentukan norma seksual di kalangan remaja.