Sabtu, 20 Maret 2010

ADHD; sindroma Tourette

Memang, sebagian besar anak ADHD dan kelainan obsesif kompulsif juga menderita sindroma Tourette. Namun, bukan berarti sindroma Tourette merupakan penyakit yang berkaitan dengan inteligensia atau keterbelakangan mental. Gangguan ini murni akibat kelainan proses penyampaian perintah oleh neurotransmitter dalam otak.
Tak ada kaitan dengan kemampuan ingatan maupun kecerdasan. Kebanyakan kekurangan anak sindroma Tourette di bidang akademis ini disebabkan karena ia mengalami masalah sosial dengan lingkungan sekolah.
Beberapa literatur menyebutkan, kelainan sindroma Tourette bisa didapat secara genetik atau keturunan. Keturunan yang dimaksud tak harus didapat langsung dari ayah atau ibu, namun bisa didapat secara riwayat keluarga. Maka, dokter juga akan menelusuri riwayat keluarga untuk menegakkan diagnosa.
Selain keturunan, tic juga bisa didapat akibat infeksi penyakit. Misalnya, saat masih bayi pernah terinfeksi bakteri streptococcus haemolyticus grup A. Bakteri ini memiliki protein yang sama dengan protein di area basal ganglia di otak pengatur gerakan. Akibatnya, antibodi yang dibentuk untuk menghalau bakteri ini dapat menyerang area itu, yang menghasilkan gerakan-gerakan tak terkontrol.
Beberapa kondisi berkaitan dengan persalinan juga dapat menambah peluang terjadinya sindroma Tourette, dengan riwayat keluarga pembawa gen sindroma Tourette.
Misalnya, hipoksia akibat persalinan macet, berat badan lahir rendah, cedera otak akibat persalinan tak lancar, ibu yang mengalami mual-muntah berat, mengonsumsi alkohol, kopi, dan merokok berlebihan di trimester pertama.
Sumber : Tabloid NOVA

Kriteria ADHD

Beberapa Kriteria ADHD

Kriteria sulit konsentrasi:

- Sering melakukan kecerobohan atau gagal menyimak hal yang rinci dan sering membuat kesalahan karena tidak cermat.
- Sering sulit memusatkan perhatian secara terus-menerus dalam suatu aktivitas.
- Sering tampak tidak mendengarkan kalau diajak bicara.
- Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas.
- Sering sulit mengatur kegiatan maupun tugas.
- Sering menghindar, tidak menyukai, atau enggan melakukan tugas yang butuh pemikiran yang cukup lama.
- Sering kehilangan barang yang dibutuhkan untuk melakukan tugas.
- Sering mudah beralih perhatian oleh rangsang dari luar.
- Sering lupa dalam mengerjakan kegiatan sehari-hari.

Kriteria hiperaktif dan impulsif:

- Sering menggerak-gerakkan tangan atau kaki ketika duduk, atau sering menggeliat.
- Sering meninggalkan tempat duduknya, padahal seharusnya ia duduk manis.
- Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan pada keadaan yang tidak selayaknya.
- Sering tidak mampu melakukan atau mengikuti kegiatan dengan tenang.
- Selalu bergerak, seolah-olah tubuhnya didorong oleh mesin. Juga, tenaganya tidak pernah habis.
- Sering terlalu banyak bicara.
- Sering terlalu cepat memberi jawaban ketika ditanya, padahal pertanyaan belum selesai.
- Sering sulit menunggu giliran.
- Sering memotong atau menyela pembicaraan.

Sumber : Tabloid NOVA

Gangguan ADHD

Anak yang selalu bergerak dan sulit berkonsentrasi sering dicap sebagai anak nakal. Padahal, dalam dunia psikiatri, mereka dikenal sebagai attention deficit hyperactivity disorder (ADHD).

Menurut National Institute of Mental Health di Amerika, perbandingan anak laki-laki dan anak perempuan dengan ADHD adalah 3:1.

Namun, beberapa ahli jiwa menganggap terdapat ADHD yang sama banyak antara anak perempuan dengan dan anak laki-laki. Hanya, anak perempuan tidak terdiagnosis sesering anak laki-laki karena anak perempuan kurang mengganggu dan gejalanya masih terkendali sampai usia lebih tua.

ADHD dapat menyebabkan gangguan kemampuan akademik dan interaksi sosial dengan teman. Ini karena anak ADHD tak mampu mengendalikan dan mengatur tingkah lakunya. Lebih parah lagi, penyalahgunaan alkohol dan obat, depresi dan gangguan mental lainnya, kenakalan remaja, serta problem dalam pekerjaan.

Kondisi hubungan relasi sosial yang buruk ini menimbulkan peningkatan kondisi stres pada orangtua. Bahkan, hal itu bisa mengakibatkan persepsi orangtua terhadap dirinya sendiri menjadi buruk dan merasa tak mampu berperan sebagai orangtua yang baik.

Sumber : Kompas

Tipe-tipe ADHD

Secara umum gangguan ADHD ini dapat digolongkan menjadi 3, yaitu;

* Tipe Predominantly Hyperactive-impulsive.

Ciri-ciri:
Tidak bisa diam
Berlarian
Memanjat-manjat
Terburu-buru menjawab meski pertanyaan belum selesai
Tak sabar berada dalam antrean.
* Tipe Predominantly Inattentive.

Ciri-ciri:
Sulit memusatkan perhatian
Ceroboh, sering kehilangan barang karena lupa
Belum selesai mengerjakan sesuatu sudah ditinggal untuk mengerjakan hal lain.
* Kombinasi keduanya (Predominantly Hyperactive-impulsive&Predominantly Inattentive)

Ciri-ciri:
Menunjukkan ciri-ciri dari keduanya.
Penanganan ADHD

Bila orangtua sudah menemukan salah satu atau beberapa ciri-ciri anak dengan gangguan ADHD, sebaiknya segera bawa anak ke ahlidalam hal ini psikolog/psikiateruntuk mendapatkan penanganan yang tepat. Prinsipnya, lebih baik orangtua "curiga" dahulu meski kemudian tak terbukti, daripada menunda kecurigaan dengan risiko penanganannya terlambat. Oleh psikolog/psikiater, anak dan orangtua akan diobservasi lebih lanjut dengan beberapa tes/pertanyaan. Bila memang terbukti anak mengalami kesulitan belajar karena ADHD, maka penanganan yang akan dilakukan adalah:
Pemberian obat.
Bertujuan mengurangi sensitivitas transporter dopamin sehingga dopamin yang bisa diserap oleh reseptor lebih banyak. Dengan demikian diharapkan anak lebih bisa konsentrasi dan mempunyai kontrol diri. Jenis obat-obatan yang diberikan antara lain golongan amfetamin, aferadin, dexmethylphenidate, dan sebagainya. Pemberian obat ini harus dengan pengawasan dokter dan akan dihentikan bila dirasa cukup, jadi tak dikonsumsi anak selamanya.
Terapi perilaku.
Seiring dengan pemberian obat, anak diminta menjalani terapi perilaku. Tujuannya, mengajari anak melakukan sesuatu sebagaimana mestinya. Seperti diketahui, anak-anak ini umumnya tak bisa duduk diam, memusatkan perhatian, mendengarkan orangtua/guru yang sedang berbicara, menggunakan alat tulis dengan benar, dan sebagainya.
Remedial teaching programme.
Setelah anak lebih bisa memusatkan perhatian, maka diharapkan adanya remedial teaching programme. Program ini melibatkan pihak sekolah untuk mengejar ketertinggalan anak pada pelajaran yang diberikan.

Sumber : tabloid-nakita

ADHD

Anak dengan gangguan ADHD sangat sulit memusatkan perhatian karena kurangnya dopamin yang berfungsi untuk mengatur kontrol diri dan konsentrasi. Akibatnya, materi pelajaran yang disampaikan guru banyak yang terlewat begitu saja. Sampai saat ini belum diketahui penyebabnya mengapa transporter dopamin yang ada dalam otak menjadi lebih sensitif sehingga pada anak dengan gangguan ADHD produksi dopamin justru terserap kembali. Beberapa ahli menduga hal ini karena kelainan neurobiologi dan genetik, kelainan metabolik, kerusakan otak (brain injury) pada masa prenatal dan perinatal.

Ciri-ciri ADHD
Anak dengan gangguan ADHD sudah bisa terdeteksi sejak bayi, dengan beberapa ciri yang khas, hiperaktif, tidur lebih sebentar, sulit memusatkan perhatian dan sebagainya. Jadi, gangguan ini tidak muncul tiba-tiba di usia prasekolah/sekolah. Kalaupun orangtua merasa sudah terlewat mendeteksi di usia sebelumnya, berikut ciri-ciri yang harus diwaspadai:
Rentang perhatian sempit.
Anak-anak ini mempunyai rentang perhatian yang sempit dan mudah teralih, daya ingat yang buruk (lupa mengerjakan PR, sering kehilangan barang karena lupa, bermasalah dengan janji yang dibuat sendiri), sulit mempelajari hal baru terutama yang membutuhkan kemampuan daya ingat, mengalami kesulitan dalam mengikuti petunjuk atau rutinitas tertentu.
Hiperaktif
Tak bisa duduk diam saat makan maupun di kelas, selalu bergerak dan berlarian, menyentuh benda-benda yang ada di sekitarnya, membuat kegaduhan dengan alat-alat tulis yang sedang dipegangnya, terlihat "sok tahu" saat membicarakan sesuatu sementara ia sendiri tak mengerjakan apa yang dibicarakannya itu.
Tantrum
Memiliki problem emosi seperti mudah marah dengan sebab yang tidak jelas, mudah tersinggung, pemurung, tak acuh, dan suka mengasingkan diri dari lingkungan, impulsif (bertindak sebelum berpikir), kekanak-kanakan (perilaku tak sesuai dengan usianya), dan keras kepala.
Membuat kesalahan yang konsisten dalam mengeja dan membaca, misalnya huruf b dibaca d, kata roda dibaca dora, serta minimnya penguasaan jumlah kata.
Lambat mempelajari hubungan antara huruf dan bunyi.
Kesulitan mempelajari huruf, angka, tanda-tanda dalam matematika (-, x, +), nama-nama hari dalam seminggu.
Tidak menyukai permainan pasel.
Tidak menyukai pelajaran menggambar dan prakarya.
Lambat dan tak bisa mengerjakan beberapa tugas yang diberikan sekaligus.
Buruk dalam hal perencanaan.
Disfungsi motorik, seperti sulit memegang alat tulis, gunting, gangguan motorik halus dan koordinasi.
Sumber : tabloid-nakita

Gejala ADHD

Menurut America Psychiatric Asociation, gejala ADHD meliputi; Kurang perhatian, tidak dapat mengikuti instruksi dengan baik, menghindari tugas-tugas yang membutuhkan usaha mental yang terus-menerus, mudah terganggu, pelupa, gelisah, berpindah tempat duduk, berlari-lari atau memanjat sesuatu, berbicara yang berlebihan, kesulitan jika harus menunggu, sering menyela orang lain, dan lain sebagainya (Kearney, 2006)

Gejala ADHD biasanya terdeteksi di bawah usia 7 tahun dan perlu diketahui bersama bahwa gangguan ini tidak hilang dimakan usia. Artinya, bahwa hambatan ini akan dialami oleh seseorang sepanjang hidupnya.

Ketika mengetahui bahwa anak kita mengalami ADHD, dukungan dari keluarga adalah yang terpenting. Kondisi ini kadang kala membuat anak menjadi frustrasi karena karena kadangkala mereka sendiri tidak tahu apa sebenarnya terjadi.

Banyak orang tua yang lari dari fakta bahwa anak mereka mengalami ADHD. Tapi tidak ada yang bisa disembunyikan karena perilaku yang sangat kentara. Misalnya dengan perilaku yang tidak relevan sepeti naik meja, tidak duduk dengan tenang seringkali muncul komentar dari orang lain, “Kenapa orang tuanya tidak mengajari anak itu cara berperilaku yang baik?”

Kadangkala mereka mendapat sebutan seperti anak nakal, troublemaker atau berbagai sebutan yang sangat merusak konsep diri. Hal yang berat bagi orang tua ketika harus berbagi dengan orang lain bahwa anak mereka mengalami ADHD, namun dengan berbagi informasi dengan orang lain terutama orang terdekat dalam hidup si anak, misalnya saudara kandung, guru atau anggota keluarga lainnya, anak akan mendapatkan dukungan yang jauh lebih besar dan ini bisa membantu perkembangan mereka menuju arah yang lebih baik.

Sumber : KabarIndonesia

Contoh Kasus ADHD

Rida berusia 7 tahun. Saat ini dia duduk di kelas 1 Sekolah Dasar. Orang tuanya seringkali mendapatkan masukan dan laporan dari gurunya bahwa dia seringkali jalan-jalan di kelas. Rida lebih banyak berdiri dan tidak fokus pada pekerjaan sekolahnya.

Orang tuanya pun mengakui bahwa di rumah pun Rida seperti itu. Seringkali Rida berganti-ganti aktivitas dan tidak pernah sampai selesai. Misalnya, bermain bongkar pasang dan selang beberapa menit kemudian sudah beralih pada permainan yang lain.

Kondisi seperti ini bisa mempengaruhi prestasinya di sekolah. Rida seringkali sulit dikontrol. Dia sering mengabaikan apa yang Mamanya perintahkan.

Kasus yang dialami Rida hanyalah salah satu kasus yang terjadi pada anak-anak lainnya. Kadangkala sebagai orang dewasa, jika kita memperhatikan seorang anak yang berganti-ganti aktivitas, kita memiliki asumsi bahwa anak itu mengalami kebosanan.

Namun, perlu diperhatikan lebih seksama lagi, apakah anak itu memang bosan atau ada hal lain yang terjadi padanya. Ketidakmampuan anak untuk menaruh perhatian terhadap berbagai aktivitas tentunya dapat menghambat perkembangan akademik dan perkembangan sosial anak.

Hal ini dapat terjadi karena dia tidak dapat menyelesaikan tugas dengan penuh perhatian dan proses belajar yang terganggu. Oleh sebab itu sangat penting jika orang tua maupun pendidik dapat melakukan deteksi atau mengetahui lebih awal yang terjadi pada anak sehingga dapat dilakukan penanganan dengan tepat.

Pada kasus Rida dan yang akan kita bicarakan lebih jauh merupakan sebuah ilustrasi mengenai Gangguan Pemusatan Perhatian atau Attention Deficit/ Hiperactivity (ADHD).

ADHD adalah sebuah gangguan dengan karakteristik adanya gejala kurang perhatian yang diikuti dengan hiperaktivitas maupun tidak (Monastra, 2005).

Seperti dijelaskan Wenar (1994) dalam bukunya Developmental Psychopatology, terdapat karakteristik utama dari ADHD. Antara lain adalah kurang perhatian, impulsif dan hiperaktif.
Penyabab:
*Kurang perhatian
Anak-anak yang mengalami Gangguan Pemusatan Perhatian atau ADHD mengalami kesulitan untuk menaruh perhatian secara terus menerus dalam menyelesaikan tugas atau dalam aktivitas bermain.
Seperti yang terjadi pada Rida, dia kesulitan menaruh perhatian pada aktivitasnya bahkan ketika sedang bermain. Kurang perhatian seringkali berkaitan dengan rendahnya performansi sekolah karena anak membutuhkan waktu untuk berkonsentrasi dan menyerap informasi sebaik menaruh perhatian yang cukup panjang untuk melengkapi tugas tanpa adanya gangguan. Kondisi dimana anak mengalami kesulitan untuk menyelesaikan tugasnya membuat mereka menjadi frustrasi dan tertekan.

*Impulsif

Dalam arti khususnya, impulsif adalah bertindak tanpa ada pertimbangan tertentu. Ketika dihadapkan pada tugas yang kompleks, misalnya ketika tiba-tiba dalam pikiran mereka terdapat sebuah ide atau solusi tertentu, mereka tidak melakukan pertimbangan apapun apakah ide/pemikiran/perilaku mereka baik ataupun yang pantas.

Mereka mengatakan sesuatu tanpa dipikirkan sehingga kadangkala memberikan jawaban yang tidak benar saat di kelas atau mereka mengalami kesulitan ambil bagian dalam sebuah permainan.

Hal ini terjadi karena mereka mengalami kesulitan untuk mengatur reaksi diri terhadap rangsangan dari luar. Sangat sulit sekali jika kita melarang mereka untuk berhenti dari impulsivitasnya karena anak-anak dengan ADHD mengalami kesulitan untuk berhenti melihat, mendengar bahkan berpikir.


*Hiperaktif

Terdapat berbagai dasar tentang hiperaktif. Yaitu anak-anak dengan ADHD lebih aktif dari pada anak-anak normal dalam waktu 24 jam bahkan saat tidur sekalipun.

Mereka menunjukkan kegelisahan yang sangat besar dalam berbagai tugas sehingga mereka memperlihatkan gerakan-gerakan yang tidak relevan, tidak bertahan di tempat duduk mereka, bahkan selalu tidak bisa duduk dengan tenang seperti anak-anak yang lainnya.

Sumber : KabarIndonesia

Penanganan ADHD

Ada dua cara untuk menangani ADHD, yaitu pharmacological dan nonpharmacological.

Penanganan Pharmacological diterapkan tergantung hasil diagnosa dokter dan psikolog. Umumnya dokter memberikan oabat-obatan pada anak-anak. Pada saat pertama pengobatan, biasanya dokter memberikan dosis yang rendah, perlahan-lahan akan menaikkan dosisnya. Selama masa pengobatan orang tua disarankan selalu berhubungan dengan dokter. Dampak obat terhadap anak sendiri bermacam-macam, seperti penurunan berat badan, perubahan selera makan, sulit tidur malamadn cenderung mengalami kepanikan. Proses pengobatan ini bisa berlangsung selama beberapa minggu atau bulan.

Beberapa terapi yang biasa diberikan:
Terapi Obat-obatan, terapi penunjang terhadap impuls-impuls hiperaktif dan tidak terkendelai, biasanya digunakan antidepresan seperti Ritalin, Dexedrine, desoxyn, adderal, cylert, buspar, clonidine.
Terapi nutrisi dan diet, keseimbangan diet karbohidrat protrein
Terapi biomedis, suplemen nutrisi, defisiensi mineral, dan gangguan asam amino
Cara pengobatan yang keua nonpharmacological, adalah alternatif pengobatan tanpa obat-obatan, seperti pendidikan khusus, terapi perilaku dan psikoterapi seluruh keluarga. Hingga saat ini, acra pengobatan nonpharmacological masih diteliti, bagaimana dampak penanganan alternatif ini dalam mengembangkan disiplin dan rasa tanggung jawab pada anak yang mengidapADHD.

Sumber: conectique

Penanganan ADHD

Ada dua cara untuk menangani ADHD, yaitu pharmacological dan nonpharmacological.

Penanganan Pharmacological diterapkan tergantung hasil diagnosa dokter dan psikolog. Umumnya dokter memberikan oabat-obatan pada anak-anak. Pada saat pertama pengobatan, biasanya dokter memberikan dosis yang rendah, perlahan-lahan akan menaikkan dosisnya. Selama masa pengobatan orang tua disarankan selalu berhubungan dengan dokter. Dampak obat terhadap anak sendiri bermacam-macam, seperti penurunan berat badan, perubahan selera makan, sulit tidur malamadn cenderung mengalami kepanikan. Proses pengobatan ini bisa berlangsung selama beberapa minggu atau bulan.

Beberapa terapi yang biasa diberikan:
Terapi Obat-obatan, terapi penunjang terhadap impuls-impuls hiperaktif dan tidak terkendelai, biasanya digunakan antidepresan seperti Ritalin, Dexedrine, desoxyn, adderal, cylert, buspar, clonidine.
Terapi nutrisi dan diet, keseimbangan diet karbohidrat protrein
Terapi biomedis, suplemen nutrisi, defisiensi mineral, dan gangguan asam amino
Cara pengobatan yang keua nonpharmacological, adalah alternatif pengobatan tanpa obat-obatan, seperti pendidikan khusus, terapi perilaku dan psikoterapi seluruh keluarga. Hingga saat ini, acra pengobatan nonpharmacological masih diteliti, bagaimana dampak penanganan alternatif ini dalam mengembangkan disiplin dan rasa tanggung jawab pada anak yang mengidapADHD.

Sumber: conectique

Pengertian ADHD

ADHD(Attention Deficit Hypercactivity Disorder)
Gangguan Perkembangan Perilaku dan hiperaktifitas

ADHD adalah gangguan perkembangan dalam peningkatan aktifitas motorik anak-anak hingga menyebabkan perilaku anak yang berlebihan dan tidak lazim yang ditandai dengan gangguan pemusatan perhatian dan gangguan konsentrasi(in attention), berbuat dan berbicara tanpa memikirkan akibat(impulsif) dan hiperaktif yang tidak sesuai dengan umurnya.

ADHD adalah suatu kondisi yang pernah dikenal sebagai Attention Deficit Disorder (sulit memusatkan perhatian), Minimal Brain Disorder (ketidakberesan kecil di otak), Minimal Brain Damage (kerusakan kecil pada otak),Hyperkinesis (terlalu banyak bergerak/aktif) dan Hyperactif (hiperaktif).

Kejadian ADHD di seluruh dunia bisa mencapai 3-5% dan kebanyakan penderita ADHD adalah laki-laki.

Beberapa ahli menyatakan bahwa faktor yang sangat berperan dalam timbulnya ADHD adalah faktor genetik.Selainitu gejala ADHD juga dikaitkan dengan lingkungan nonshared (nongenetic), termasuk alkohol dan asap rokok selama kehamilan. Rokok yang mengandung nikotin bisa menyebabkan hipoksia (kekurangan oksigen)untuk janin dalam kandungan Namun ada teori lain yang mengasumsikan konsumsi gula atau zat aditif yang berlebihan sebagai penyebab ADHD.Selain itu asupan gizi, hormonal dan disfungsi metabolism bisa menjadi penyebab ADHD.

Gejala ADHD sudah dapat dilihat sejak bayi,seperti sensitive suara dan cahaya, menangis dan suka menjerit dan sulit tidur.Sulit makan ASI dan minum ASI. Tidak suka digendong, bahkan seringkali membenturkan kepala dan sering marah yang berlebihan (temper tentrum).Gejala yang sering terlihat pada anak yang lebih besar, sulit berkonsentrasi(rentang konsentrasi pendek), sangat aktif dan selalu bergerak, impulsif, cenderung penakut dan terlihat tidak percaya diri. Pada beberapa anak terlihat sangat cerdas, namun prestasi belajar tidak prima.

Untuk mempermudah diagnosis pada ADHD harus memiliki tiga gejala utama yang nampak pada perilaku anak, yaitu:
Inatensi (kurangnya kemampuan untuk memusatkan perhatian)
Hiperaktif (perilaku yang tidk bisa diam)
Impulsive (kesulitan untuk menunda respon/dorongan untuk mengatakan atau melakukan sesuatu yang tidak sabar)
Sumber: Yahoo