Sabtu, 05 Juni 2010

Alasan-alasan untuk bunuh diri

Alasan-alasan untuk bunuh diri
Sebab-sebab

Tidak adanya satu faktor tunggal yang dapat diterima sebagai sebab sejagat untuk membunuh diri. Tidak adanya satu faktor tunggal yang dapat diterima sebagai sebab universal untuk bunuh diri. Bagaimanapun kemurungan merupakan fenomena yang paling biasa di kalangan mereka yang membunuh diri. Namun depresi merupakan fenomena yang paling umum di kalangan mereka yang bunuh diri. Faktor-faktor yang berkait adalah seperti yang berikut: Faktor-faktor yang terkait adalah seperti berikut:

* Sakit (umpamanya sakit yang amat sangat atau penderitaan yang tidak dapat dirawat) Sakit (seperti sakit yang amat sangat atau penderitaan yang tidak dapat dirawat)
* Tekanan (umpamanya kesedihan selepas kematian orang kesayangan) Tekanan (seperti kesedihan setelah kematian orang kesayangan)
* Jenayah (umpamanya mengelakkan hukuman dan penyahinsanian , atau juga kebosanan pemenjaraan ) Kejahatan (seperti menghindari hukuman dan penyahinsanian , atau juga kebosanan pemenjaraan )
* Penyakit jiwa dan ketakdayaan (umpamanya kemurungan , gangguan dwikutub , trauma , dan skizofrenia ) Penyakit jiwa dan ketakdayaan (seperti depresi , gangguan dwikutub , trauma , dan skizofrenia )
* Kecederaan yang membawa bencana (umpamanya kelumpuhan , kecacatan , dan kekudungan) Cedera yang membawa bencana (seperti kelumpuhan , cacat , dan kekudungan)
* Penyalahgunaan drug Penyalahgunaan obat
* Persekitaran yang tidak menyenangkan (umpamanya penganiayaan seks , kemiskinan , ketiadaan tempat berteduh , diskriminasi , pembulian , ketakutan akan pembunuhan dan/atau penyeksaan ) Lingkungan yang tidak menyenangkan (seperti penganiayaan seks , kemiskinan , ketiadaan tempat berteduh , diskriminasi , pembulian , ketakutan akan pembunuhan dan / atau penyiksaan )
* Kerugian kewangan (umpamanya ketagihan perjudian , pengangguran , kehilangan harta , kejatuhan pasaran saham , dan hutang ) Kerugian keuangan (seperti ketagihan judi , pengangguran , kehilangan harta , kejatuhan pasar saham , dan utang )
* Persoalan- persoalan seks yang tidak dapat diatasi (umpamanya lencongan seks , cinta yang tidak berbalas , dan keruntuhan perkahwinan ) Persoalan- persoalan seksual yang tidak dapat diatasi (misalnya lencongan sex , cinta yang berbalas , dan keruntuhan pernikahan )
* Untuk mengelakkan rasa malu atau aib (umpamanya dalam ajaran Bushido , jika seseorang samurai gagal mempertahankan maruahnya, dia boleh mengambil jalan keluar dengan melakukan seppuku .) Untuk menghindari rasa malu atau aib (seperti dalam ajaran Bushido , jika seseorang samurai gagal mempertahankan maruahnya, dia dapat mengambil jalan keluar dengan melakukan seppuku .)
* Sikap suka ambil tahu (umpamanya keperluan untuk mengetahui keadaan selepas seseorang mati) Sikap suka ambil tahu (seperti kebutuhan untuk mengetahui keadaan setelah seseorang meninggal)
* Kebosanan (umpamanya ketakpuasan terhadap kehidupan boleh mengakibatkan kes membunuh diri yang lebih terancang) Kebosanan (seperti ketakpuasan terhadap kehidupan bisa mengakibatkan kasus bunuh diri yang lebih terencana)
* Terorisme boleh juga merupakan motif untuk membunuh diri, khususnya pembunuhan yang berkait dengan yang berikut: Terorisme dapat juga merupakan motif untuk membunuh diri, khususnya pembunuhan yang terkait dengan yang berikut:
o agama (umpamanya pengeboman bunuh diri , dan kultus Pintu Syurga ) agama (seperti pemboman bunuh diri , dan Kultus Pintu surga )
o nasionalisme berketerlaluan (umpamanya serangan kamikaze , Selbstopfer , dan Kaiten (senjata bunuh diri)) nasionalisme berketerlaluan (seperti serangan Kamikaze , Selbstopfer , dan Kaiten (senjata bunuh diri))

Motif bunuh diri

Motif bunuh diri

Pada dasarnya, segala sesuatu itu memiliki hubungan sebab akibat (ini adalah sistematika). Dalam hubungan sebab akibat ini akan menghasilkan suatu alasan atau sebab tindakan yang disebut motif.

Motif bunuh diri ada banyak macamnya. Disini penyusun menggolongkan dalam kategori sebab, misalkan :

1. Dilanda keputusasaan dan depresi
2. Cobaan hidup dan tekanan lingkungan.
3. Gangguan kejiwaan / tidak waras (gila).
4. Himpitan Ekonomi atau Kemiskinan (Harta / Iman / Ilmu)
5. Penderitaan karena penyakit yang berkepanjangan.

Dalam ilmu sosiologi, ada tiga penyebab bunuh diri dalam masyarakat, yaitu

1. egoistic suicide (bunuh diri karena urusan pribadi),
2. altruistic suicide (bunuh diri untuk memperjuangkan orang lain), dan
3. anomic suicide (bunuh diri karena masyarakat dalam kondisi kebingungan).

Definisi Bunuh diri

Definisi

Bunuh diri adalah perbuatan menghentikan hidup sendiri yang dilakukan oleh individu itu sendiri atau atas permintaannya.

Betapapun kebudayaan dan pola pikir manusia, memberikan berbagai alasan dan definisi maksud yang berbeda-beda tentang bunuh diri ini. Namun, tetap saja pada intinya adalah "keputus-asaan".

Sebab orang yang tidak berputus asa dan bersedia tetap menjalani kehidupan seberat dan seburuk apapun, maka ia tidak akan pernah melakukan kegiatan bunuh diri ini. Sebab ia sadar, bahwa hidup ini memang penuh cobaan-cobaan berat dan pahit, jadi bunuh diri baginya hanyalah tindakan sia-sia dan pengecut. Sebab masih banyak hal-hal yang bisa dilakukan dalam hidup ini, dan segala sesuatu pastilah ada batasnya. Sebab betapapun beratnya persoalan, tetap saja ia memiliki batas akhir (penyelesaian), walaupun permasalahan itu harus selesai oleh waktu, tapi ia selesai juga.

Dalam pandangan islam hal ini adalah perbuatan yang sangat keji, dan termasuk dosa yang sangat besar. Dimana, kegiatan bunuh diri ini adalah kegiatan manusia-manusia pengecut/pecundang hidup (looser), sebab kekalahan memang sudah mutlak menjadi milik mereka jika mereka membunuh dirinya sendiri.

tiga gejala dari stres pada individu

Terry Beehr dan John Newman (dalam Rice, 1999) mengkaji ulang beberapa kasus stres pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada individu, yaitu:

1. Gejala psikologis

Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering ditemui pada hasil penelitian mengenai stres pekerjaan :

* Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung
* Perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian)
* Sensitif dan hyperreactivity
* Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi
* Komunikasi yang tidak efektif
* Perasaan terkucil dan terasing
* Kebosanan dan ketidakpuasan kerja
* Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi
* Kehilangan spontanitas dan kreativitas
* Menurunnya rasa percaya diri

2. Gejala fisiologis

Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres kerja adalah:

* Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskular
* Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh: adrenalin dan noradrenalin)
* Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung)
* Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan
* Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan yang kronis (chronic fatigue syndrome)
* Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang ada
* Gangguan pada kulit
* Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot
* Gangguan tidur
* Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi kemungkinan terkena kanker

3. Gejala perilaku

Gejala-gejala perilaku yang utama dari stres kerja adalah:

* Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan
* Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas
* Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan
* Perilaku sabotase dalam pekerjaan
* Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai pelampiasan, mengarah ke obesitas
* Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk penarikan diri dan kehilangan berat badan secara tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi dengan tanda-tanda depresi
* Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi
* Meningkatnya agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas
* Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman
* Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri

Dampak Stres Kerja

Dampak Stres Kerja
Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya (Rice, 1999). Konsekuensi pada karyawan ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain di luar pekerjaan. Seperti tidak dapat tidur dengan tenang, selera makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi, dan sebagainya.

Sedangkan Arnold (1986) menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi yang dapat terjadi akibat stres kerja yang dialami oleh individu, yaitu terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performance, serta mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan.

Penelitian yang dilakukan Halim (1986) di Jakarta dengan menggunakan 76 sampel manager dan mandor di perusahaan swasta menunjukkan bahwa efek stres yang mereka rasakan ada dua. Dua hal tersebut adalah:

* Efek pada fisiologis mereka, seperti: jantung berdegup kencang, denyut jantung meningkat, bibir kering, berkeringat, mual.
* Efek pada psikologis mereka, dimana mereka merasa tegang, cemas, tidak bisa berkonsentrasi, ingin pergi ke kamar mandi, ingin meninggalkan situasi stres.

Bagi perusahaan, konsekuensi yang timbul dan bersifat tidak langsung adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan teralienasi, hingga turnover (Greenberg & Baron, 1993; Quick & Quick, 1984; Robbins, 1993).

Pengertian Stres Kerja

Pengertian Stres Kerja
Definisi stres kerja dapat dinyatakan sebagai berikut :

“Work stress is an individual’s response to work related environmental stressors. Stress as the reaction of organism, which can be physiological, psychological, or behavioural reaction” (Selye, dalam Beehr, et al., 1992: 623)

Berdasarkan definisi di atas, stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku. Seperti yang telah diungkapkan di atas, lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stressor kerja. Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja.

Sumber-sumber Stres Kerja
Banyak ahli mengemukakan mengenai penyebab stres kerja itu sendiri. Soewondo (1992) mengadakan penelitian dengan sampel 300 karyawan swasta di Jakarta, menemukan bahwa penyebab stres kerja terdiri atas 4 (empat) hal utama, yakni:

1. Kondisi dan situasi pekerjaan
2. Pekerjaannya
3. Job requirement seperti status pekerjaan dan karir yang tidak jelas
4. Hubungan interpersonal

Luthans (1992) menyebutkan bahwa penyebab stres (stressor) terdiri atas empat hal utama, yakni:

1. Extra organizational stressors, yang terdiri dari perubahan sosial/teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, dan keadaan komunitas/tempat tinggal.
2. Organizational stressors, yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam organisasi.
3. Group stressors, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya dukungan sosial, serta adanya konflik intraindividu, interpersonal, dan intergrup.
4. Individual stressors, yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran, serta disposisi individu seperti pola kepribadian Tipe A, kontrol personal, learned helplessness, self-efficacy, dan daya tahan psikologis.

Sedangkan Cooper dan Davidson (1991) membagi penyebab stres dalam pekerjaan menjadi dua, yakni:

* Group stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari situasi maupun keadaan di dalam perusahaan, misalnya kurangnya kerjasama antara karyawan, konflik antara individu dalam suatu kelompok, maupun kurangnya dukungan sosial dari sesama karyawan di dalam perusahaan.
* Individual stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari dalam diri individu, misalnya tipe kepribadian seseorang, kontrol personal dan tingkat kepasrahan seseorang, persepsi terhadap diri sendiri, tingkat ketabahan dalam menghadapi konflik peran serta ketidakjelasan peran.

stres adalah...

stres adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan, dan situasi sosial, yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol.

Stres juga didefinisikan sebagai tanggapan atau proses internal atau eksternal yang mencapai tingkat ketegangan fisik dan psikologis sampai pada batas atau melebihi batas kemampuan subyek (Cooper, 1994).

Menurut Hager (1999), stres sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang dirasakannya. Namun, berhadapan dengan suatu stressor (sumber stres) tidak selalu mengakibatkan gangguan secara psikologis maupun fisiologis. Terganggu atau tidaknya individu, tergantung pada persepsinya terhadap peristiwa yang dialaminya. Faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi yang dihadapi (Diana, 1991). Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stres dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsi suatu peristiwa.

Stressor yang sama dapat dipersepsi secara berbeda, yaitu dapat sebagai peristiwa yang positif dan tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya dan mengancam. Penilaian kognitif individu dalam hal ini nampaknya sangat menentukan apakah stressor itu dapat berakibat positif atau negatif. Penilaian kognitif tersebut sangat berpengaruh terhadap respon yang akan muncul (Selye, 1956).

Penilaian kognitif bersifat individual differences, maksudnya adalah berbeda pada masing-masing individu. Perbedaan ini disebabkan oleh banyak faktor. Penilaian kognitif itu, bisa mengubah cara pandang akan stres. Dimana stres diubah bentuk menjadi suatu cara pandang yang positif terhadap diri dalam menghadapi situasi yang stressful. Sehingga respon terhadap stressor bisa menghasilkan outcome yang lebih baik bagi individu.

Jenis-jenis Stres
Quick dan Quick (1984) mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:

* Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
* Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stress

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stress
Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stress disebut stressors. Meskipun stress dapat diakibatkan oleh hanya satu stressors, biasanya karyawan mengalami stress karena kombinasi stressors.
Menurut Robbins (2001:565-567) ada tiga sumber utama yang dapat menyebabkan timbulnya stress yaitu :

(1) Faktor Lingkungan
Keadaan lingkungan yang tidak menentu akan dapat menyebabkan pengaruh pembentukan struktur organisasi yang tidak sehat terhadap karyawan.
Dalam faktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat menimbulkan stress bagi karyawan yaitu ekonomi, politik dan teknologi. Perubahan yang sangat cepat karena adanya penyesuaian terhadap ketiga hal tersebut membuat seseorang mengalami ancaman terkena stress. Hal ini dapat terjadi, misalnya perubahan teknologi yang begitu cepat. Perubahan yang baru terhadap teknologi akan membuat keahlian seseorang dan pengalamannya tidak terpakai karena hampir semua pekerjaan dapat terselesaikan dengan cepat dan dalam waktu yang singkat dengan adanya teknologi yang digunakannya.

(2) Faktor Organisasi
Didalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan stress yaitu role demands, interpersonal demands, organizational structure dan organizational leadership.
Pengertian dari masing-masing faktor organisasi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Role Demands
Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam suatu organisasi akan mempengaruhi peranan seorang karyawan untuk memberikan hasil akhir yang ingin dicapai bersama dalam suatu organisasi tersebut.
b. Interpersonal Demands
Mendefinisikan tekanan yang diciptakan oleh karyawan lainnya dalam organisasi. Hubungan komunikasi yang tidak jelas antara karyawan satu dengan karyawan lainnya akan dapat menyeba bkan komunikasi yang tidak sehat. Sehingga pemenuhan kebutuhan dalam organisasi terutama yang berkaitan dengan kehidupan sosial akan menghambat perkembangan sikap dan pemikiran antara karyawan yang satu dengan karyawan lainnya.
c. Organizational Structure
Mendefinisikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan tersebut dibuat dan jika terjadi ketidak jelasan dalam struktur pembuat keputusan atau peraturan maka akan dapat mempengaruhi kinerja seorang karyawan dalam organisasi.
d. Organizational Leadership
Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh seorang pimpinan dalam suatu organisasi. Karakteristik pemimpin menurut The Michigan group (Robbins, 2001:316) dibagi dua yaitu karakteristik pemimpin yang lebih mengutamakan atau menekankan pada hubungan yang secara langsung antara pemimpin dengan karyawannya serta karakteristik pemimpin yang hanya mengutamakan atau menekankan pada hal pekerjaan saja.
Empat faktor organisasi di atas juga akan menjadi batasan dalam mengukur tingginya tingkat stress. Pengertian dari tingkat stress itu sendiri adalah muncul dari adanya kondisi-kondisi suatu pekerjaan atau masalah yang timbul yang tidak diinginkan oleh individu dalam mencapai suatu kesempatan, batasan-batasan, atau permintaan-permintaan dimana semuanya itu berhubungan dengan keinginannya dan dimana hasilnya diterima sebagai sesuatu yang tidak pasti tapi penting (Robbins, 2001:563).

(3) Faktor Individu
Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan. Hubungan pribadi antara keluarga yang kurang baik akan menimbulkan akibat pada pekerjaan yang akan dilakukan karena akibat tersebut dapat terbawa dalam pekerjaan seseorang. Sedangkan masalah ekonomi tergantung dari bagaimana seseorang tersebut dapat menghasilkan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan keluarga serta dapat menjalankan keuangan tersebut dengan seperlunya.
Karakteristik pribadi dari keturunan bagi tiap individu yang dapat menimbulkan stress terletak pada watak dasar alami yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Sehingga untuk itu, gejala stress yang timbul pada tiap-tiap pekerjaan harus diatur dengan benar dalam kepribadian seseorang.

Apa itu Stress?

Apa itu Stress?
Stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang (Handoko, 1997:200). Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya.
Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai macam gejala stress yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka. Stress dapat juga membantu atau fungsional, tetapi juga dapat berperan salah atau merusak prestasi kerja. Secara sederhana hal ini berarti bahwa stress mempunyai potensi untuk mendorong atau mengganggu pelaksanaan kerja, tergantung seberapa besar tingkat stress yang dialami oleh karyawan tersebut (Handoko, 1997:201-202).
Adapun menurut Robbins (2001:563) stress juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan apabila pengertian stress dikaitkan dengan penelitian ini maka stress itu sendiri adalah suatu kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya tekanan dari dalam ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.
Jadi, stress dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi positif dan negatif tergantung dari sudut pandang mana seseorang atau karyawan tersebut dapat mengatasi tiap kondisi yang menekannya untuk dapat dijadikan acuan sebagai tantangan kerja yang akan memberikan hasil yang baik atau sebaliknya.

MUNGKIN ADA GANGGUAN PENCERNAAN

MUNGKIN ADA GANGGUAN PENCERNAAN

JIKA tak ada faktor yang mengontribusi munculnya encopresis, menurut Rini, maka tetap harus diwaspadai. Jangan-jangan ada masalah dengan kesehatannya. Misalnya ada penyakit atau gangguan di organ pencernaan. Kepastian akan adanya kelainan di bagian usus dapat terdeteksi melalui pemeriksaan rontgen.

Berikut ini beberapa gangguan/penyakit yang bisa menyebabkan BAB tak terkendali:

* Diare yang tak kunjung sembuh.

* Penyakit kencing manis (diabetes melitus).

- Gangguan urat saraf tulang belakang.

* Gangguan anus seperti tumor anus atau adanya penonjolan lapisan rektum melalui anus.

Semua penyakit ini memiliki gejala hampir sama dengan encopresis, yakni si penderita tidak mampu mengontrol BAB-nya.

LANGKAH MENEGAKKAN DIAGNOSA

Untuk mengetahui penyebab kesulitan pengendalian BAB ini, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan yaitu:

* Pemeriksaan kelainan saraf, misalnya pemeriksaan fungsi saraf dan lapisan otot-otot pelvis (panggul).

* Pemeriksaan struktur/organ pencernaan.

* Pemeriksaan anus dan rektum.

* Pemeriksaan sensasi di sekeliling lubang anus.

* Pemeriksaan sigmoidoskopi (pemeriksaan bagian dalam usus besar).

Pengobatan atau terapinya hampir sama dengan encopresis. Jika tak kunjung berhasil mungkin diperlukan proses pembedahan.

Terapi Penderita encopresis

TERAPI

Penderita encopresis membutuhkan penanganan yang tepat dengan melakukan terapi. Menurut Rini prinsip terapinya adalah konseling atau edukasi pada anak mengenai BAB. Mereka dapat cepat memahami penjelasan yang diberikan mengingat kemampuan kognitif anak seusia ini sudah berkembang.

Salah satunya adalah terapi yang bisa dilakukan kalau anak selalu menahan BAB karena merasa jijik dan tak mau masuk ke kamar mandi umum:

* Tanamkan bahwa tidak semua kamar mandi umum/sekolah akan resik dan wangi sesuai dengan harapannya.

* Sebelum menggunakan toilet umum/sekolah, minta ia membersihkan dengan menyiramnya terlebih dahulu.

* Tak ada salahnya anak selalu dibekali tisu, masker, dan pengharum ruangan untuk lebih menyamankannya saat di toilet umum.

* Yang pasti, jangan beri anak pembalut untuk mengatasi encopresis-nya. Ini justru tak mendidik.

* Jika masalah psikologis anak tampak berat, sampai stres atau trauma misalnya, ada baiknya orang tua dan anak duduk bersama membahas permasalahan yang dihadapi. Jika perlu konsultasikan dengan psikolog.

* Terapkan pola makan yang baik dan teratur. Usahakan banyak mengonsumsi makanan berserat, sayuran, buah-buahan, serta susu. Kurangi konsumsi makanan berlemak tinggi, junk food, dan soft drink.

* Kepada anak yang selalu merasa nyeri saat mau BAB bisa diberikan obat-obatan untuk pengencer tinja. Namun, penggunaanya harus tetap berdasarkan rekomendasi dokter.

* Ajarkan untuk melakukan BAB secara teratur, misalnya pagi atau malam hari.

* Yang pasti, anak jangan disalahkan atau dicemooh kalau mengalami encopresis. Mestinya orang tua selalu mendukung dan membantu kesulitan anak.

DAMPAK ENURESIS

DAMPAK ENURESIS
Anak yang mengalami enuresis sebenarnya tidak tahu mengapa dirinya ngompol. Jadi, biasanya dia akan malu bahkan merasa bersalah gara-gara tidak bisa buang air di tempat yang semestinya. Apalagi jika orang tua atau teman-teman meledek dan mengejeknya. Ia akan lebih malu dan ujung-ujungnya merasa sedih karena tidak mampu menahan pipisnya maupun menutupi "aib" yang menimpanya.

Oleh karena sering mengompol, anak akan menilai dirinya nakal. Mengapa bisa berdampak sampai ke situ? "Dalam diri anak, bukan masalah dirinya berguna atau tidak berguna, tetapi apakah dia sebagai anak bandel atau baik," kata Aya.

Jika peristiwa ngompol berlanjut hingga anak beranjak remaja dan dewasa, kemungkinan hal itu disebabkan gangguan medis. Bukankah seiring pertambahan usia seseorang, seharusnya dia juga bisa mengontrol dan mengatur suasana hatinya sehingga tidak tegang, cemas atau takut yang berlarut-larut. Dia pun semestinya sudah bisa mencari solusi dari kemelut yang dihadapinya.
Anak yang mengalami encopresis akan mengalami berbagai masalah emosi, seperti rendah diri, tak mau bersosialisasi atau menarik diri dari pergaulan. Ia juga akan merasa malu, takut dicemooh, atau khawatir dimarahi. Belum lagi secara fisik, anak mengalami nyeri di bagian perut karena berusaha menahan BAB.

Akhirnya, kotoran yang harusnya dibuang tetapi tertahan di dalam perut. Dalam beberapa kasus encopresis menyebabkan infeksi pada salurah kemih karena kebiasaan menahan BAB. Ada juga yang mengalami gangguan iritasi kulit atau jamur karena kebersihan tak terjaga. Kalau sudah begitu, anak juga akan kehilangan nafsu makan sehingga rentan sakit.
PENYEBAB ENCOPRESIS

Belum diketahui secara pasti apa yang menjadi penyebab anak mengalami encopresis. Meski begitu, kalau mau dirunut ada beberapa faktor yang "mengontribusi" terjadinya encopresis yaitu:

1. Stres

Anak mengalami beban pikiran yang tak terselesaikan. Entah itu masalah di sekolah atau di rumah. Misalnya, masalah pelajaran yang terlalu berat atau lingkungan sekolah yang membuatnya tak nyaman. Permasalahan dengan orang tua, seperti merasa kurang diperhatikan atau kurang kasih sayang, juga dapat menjadi beban pikiran.

2. Kurang aktivitas fisik

Anak yang kurang melakukan aktivitas fisik berisiko mengalami encopresis. Sebaiknya di usia sekolah, dimana anak tengah bersemangat melakukan eksplorasi, ia diberi berbagai kegiatan. Tujuannya selain untuk mengantisipasi terjadinya encopresis, juga demi mengembangkan kemampuan dan keterampilannya.

3. Selalu menahan BAB

Ada juga beberapa anak yang selalu menahan BAB. Alasannya beragam. Misalnya, anak terlalu asyik melakukan suatu kegiatan sehingga enggan pergi ke toilet. Namun karena rangsangan untuk BAB begitu kuat dan tak bisa ditahan lagi, akhirnya terjadilah encopresis.

Sebagian anak menahan BAB karena tak terbiasa menggunakan sarana umum, terutama toilet yang kurang bersih. Misalnya, kamar mandi di sekolah yang ternyata bau dan kotor yang bertolak belakang dengan toilet di rumah yang terjaga kebersihannya. Akhirnya dia memilih menahan BAB ketimbang harus memakai toilet sekolah. Saat si anak tak kuat lagi menahan, terjadilah encopresis. Syukur-syukur kalau ia berterus terang BAB di celana, karena biasanya mereka akan diam seribu basa. Baru ketahuan orang lain setelah tercium aromanya yang tak sedap.

4. Makanan/Minuman

Encopresis juga bisa dipicu oleh asupan makanan yang kurang baik yang menyebabkan gangguan di saluran pencernaan. Misalnya sering menyantap makanan berlemak tinggi, berkadar gula tinggi atau junk food. Minuman yang mengandung banyak gula dan soda juga bisa mencetuskan terjadinya encopresis.

5. Trauma

Contohnya, akibat sembelit atau kesulitan mengeluarkan tinja karena keras. Lama-kelamaan anak menjadi trauma karena setiap kali BAB ia merasa sakit. Untuk menghindari rasa sakit itu, ia jadi sering menahan untuk tidak BAB.

6. Obat-obatan

Encopresis juga bisa terjadi karena efek obat-obatan yang bisa menyebabkan terhambatnya pengeluaran kotoran. Misalnya, obat batuk yang mengandung zat seperti codein. Encopresis terjadi karena obat tersebut tak cocok atau dipakai dalam jangka panjang.

7. Kegagalan toilet training

Pengajaran atau pelatihan buang air (toilet training) yang dilakukan dengan memaksa anak, cepat atau lambat akan menjadi tidak efektif. Begitu pula kalau misalnya anak yang BAB di celana lantas dimarahi orang tua.

AKIBAT FISIK-PSIKIS

Anak yang mengalami encopresis akan mengalami berbagai masalah emosi, seperti rendah diri, tak mau bersosialisasi atau menarik diri dari pergaulan. Ia juga akan merasa malu, takut dicemooh, atau khawatir dimarahi. Belum lagi secara fisik, anak mengalami nyeri di bagian perut karena berusaha menahan BAB.

Akhirnya, kotoran yang harusnya dibuang tetapi tertahan di dalam perut. Dalam beberapa kasus encopresis menyebabkan infeksi pada salurah kemih karena kebiasaan menahan BAB. Ada juga yang mengalami gangguan iritasi kulit atau jamur karena kebersihan tak terjaga. Kalau sudah begitu, anak juga akan kehilangan nafsu makan sehingga rentan sakit.
SUMBER : www.tabloid-nakita.com/Panduan/panduan06270-02.htm

Definisi Encopresis

Definisi Encopresis
Encopresis adalah buang air besar tiba-tiba yang bukan disebabkan oleh penyakit atau kelainan fisik.

Sekitar 17% pada usia 3 tahunan dan 1% pada usia 4 tahunan mengalami encopresis, seringkali disebabkan tidak mau belajar ke toilet. Meskipun begitu, sembelit kronis, yang merentangkan dinding usus besar dan mengurangi kesadaran anak tersebut untuk usus besar yang penuh, menghalangi kontrol otot, kadangkala menyebabkan encopresis.

Seorang dokter terlebih dulu berusaha untuk memastikan penyebabnya. Jika penyebabnya adalah sembelit, pencahar dianjurkan dan cara lain ditetapkan untuk memastikan buang air besar secara teratur. Setelah buang air besar teratur tercapai, kebocoran seringkali berhenti. Jika cara ini gagal, tes diagnosa kemungkinan dilakukan, seperti sinar-X pada perut dan kadang sebuah biopsi pada dinding anus, dimana contoh jaringan diambil dan diteliti di bawah sebuah mikroskop. Jika penyebab fisik ditemukan, hal itu seringkali bisa diobati. Pada kasus yang paling berat, konseling psikologi kemungkinan diperlukan untuk anak yang encopresis adalah hasil penolakan pada latihan bertoilet atau masalah prilaku yang lainnya.
encopresis, yaitu ketidakmampuan untuk mengendalikan atau menahan BAB tanpa ditemukannya kelainan atau penyakit. Kebanyakan gejala ini memang dialami oleh anak usia SD.

Dalam encopresis terjadi terutama pada malam hari hanya pada siang hari dan hanya diamati sangat jarang. Pada orang dewasa, encopresis terjadi praktis tidak terjadi. Kerugian bangku yang sering dikaitkan dengan kronis sembelit dan keras tinja yang sangat.

Encopresis juga adalah masalah yang anak-anak bisa berkembang karena sembelit kronis (berkepanjangan). Dengan sembelit, buang air besar anak-anak memiliki lebih sedikit dari biasanya, dan kotoran yang dapat keras, kering dan sulit. Setelah anak menjadi sembelit, lingkaran setan dapat berkembang. Anak mungkin menghindari memakai kamar mandi untuk menghindari ketidaknyamanan.

Apakah Gejala Encopresis?

Apakah Gejala Encopresis?
Selain perilaku merilis sampah di tempat-tempat yang tidak benar, anak dengan encopresis mungkin memiliki gejala lainnya, termasuk:
• Kehilangan nafsu makan
• Sakit perut
• kotoran berair (gerakan usus)
• Menggaruk atau menggosok daerah anus karena iritasi dari kotoran berair
• Penurunan minat dalam aktivitas fisik
• Penarikan dari teman dan keluarga
• Rahasia perilaku yang terkait dengan gerakan usus.
Apa Penyebab Encopresis?
Yang umum menyebabkan sebagian besar encopresis adalah kronis (jangka panjang) sembelit , ketidakmampuan untuk melepaskan bangku dari usus besar. Hal ini dapat terjadi karena beberapa alasan, termasuk stres, tidak minum cukup air (yang membuat tinja yang keras dan sulit untuk lulus) dan nyeri yang disebabkan oleh sakit di atau dekat anus (pembukaan rektum di lipat antara pantat, di mana limbah dikeluarkan).
Bila seorang anak sembelit, massa besar kotoran berkembang, yang membentang rektum. Peregangan ini menumpulkan ujung-ujung saraf dalam rektum, dan anak mungkin tidak merasa perlu untuk pergi ke kamar mandi atau tahu bahwa limbah keluar. Massa tinja juga dapat menjadi terpengaruh-terlalu besar atau terlalu sulit untuk lulus tanpa rasa sakit. Akhirnya, otot-otot yang membuat bangku di dubur tidak bisa lagi menahannya. Meskipun besar, massa keras tinja tidak bisa lulus, atau cairan kotoran dapat bocor sekitar massa yang terkena dampak dan ke pakaian anak.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan sembelit meliputi:
• Diet rendah serat
• Kurangnya latihan
• Ketakutan atau keengganan untuk menggunakan kamar mandi asing, seperti toilet umum
• Tidak meluangkan waktu untuk menggunakan kamar mandi
• Perubahan rutinitas kamar mandi, misalnya, ketika pergi ke sekolah dan ada kamar mandi dijadwalkan istirahat
Penyebab lain encopresis adalah masalah fisik yang berhubungan dengan usus kemampuan untuk memindahkan bangku. Anak juga dapat mengembangkan encopresis karena takut atau frustrasi yang berhubungan dengan pelatihan toilet . peristiwa stress dalam kehidupan anak, seperti penyakit keluarga atau kedatangan saudara baru, dapat menyebabkan gangguan ini. Dalam beberapa kasus, anak hanya menolak untuk menggunakan toilet.

Dampak perilaku anak-anak mengompol

Dampak perilaku
Studi menunjukkan bahwa anak-anak mengompol lebih cenderung memiliki masalah perilaku. Bagi anak-anak yang memiliki masalah pembangunan, masalah perilaku dan sering mengompol adalah bagian dari / disebabkan oleh isu-isu pembangunan. Untuk anak-anak mengompol tanpa masalah perkembangan lain, masalah perilaku dapat hasil dari isu-harga diri dan stres disebabkan oleh membasahi.
Seperti disebutkan sebelumnya, studi saat ini menunjukkan bahwa sangat jarang bagi seorang anak untuk sengaja mengompol sebagai metode bertindak keluar.
Sejarah pada perspektif psikologis mengompol
Sebuah perspektif psikologis awal mengompol diberikan dalam 1025 oleh Ibnu Sina dalam The Canon of Medicine
"Buang air kecil di tempat tidur sering cenderung oleh tidur nyenyak: ketika urin mulai mengalir, sifat batin dan akan tersembunyi (menyerupai akan bernapas) mengusir urin sebelum anak terbangun. Ketika anak-anak menjadi lebih kuat dan lebih kuat, tidur mereka lebih ringan dan mereka berhenti buang air kecil. "
teori Psikologis melalui 1960 fokus ditempatkan jauh lebih besar terhadap kemungkinan bahwa anak mengompol mungkin bertindak keluar, sengaja menyerang balik terhadap orangtua oleh mengotori seprai dan selimut. (Baru-baru ini penelitian lebih lanjut dan menyatakan literatur medis bahwa hal ini sangat jarang.)

Dampak terhadap keluarga
Orang tua dan anggota keluarga sering ditekankan oleh mengompol anak. Seprai kotor dan menyebabkan pakaian cucian tambahan. episode pembasah dapat menyebabkan hilang jika bangun tidur anak dan / atau menangis, membangunkan orang tua. Sebuah studi Eropa memperkirakan bahwa sebuah keluarga dengan seorang anak yang mengompol malam akan membayar sekitar $ 1,000 per tahun untuk cucian tambahan, lembaran tambahan, pakaian penyerap seperti popok sekali pakai, dan penggantian kasur.
Meskipun efek stres, dokter menekankan bahwa orangtua harus bereaksi dengan sabar dan support

faktor yang paling umum di mengompol

Dua hal yang pertama adalah faktor yang paling umum di mengompol, tapi teknologi medis saat ini tidak menawarkan pengujian mudah menyebabkan baik. Tidak ada tes untuk membuktikan mengompol yang hanya penundaan perkembangan, dan pengujian genetik menawarkan manfaat sedikit atau tidak ada.
Akibatnya, dokter bekerja untuk menyingkirkan penyebab lainnya. Penyebab berikut ini kurang umum, namun lebih mudah untuk membuktikan dan lebih jelas diperlakukan:
• Infeksi / penyakit
Infeksi dan penyakit yang lebih kuat berhubungan dengan enuresis nokturnal sekunder dan dengan membasahi siang hari . Kurang dari 5% dari semua kasus mengompol disebabkan oleh infeksi atau penyakit, yang paling umum yang merupakan infeksi saluran kemih .
• Kelainan fisik
Kurang dari 10% dari enuretics memiliki saluran kemih abnormalitas, seperti yang lebih kecil dari biasanya kandung kemih . data saat ini tidak mendukung nada kandung kemih meningkat dalam beberapa enuretics, yang secara fungsional akan menurunkan kapasitas kandung kemih.
• Kurangnya anti-diuretik hormon (ADH) produksi
Sebagian dari anak-anak tidak mengompol menghasilkan cukup banyak hormon anti-diuretik. Seperti dijelaskan di atas, tubuh biasanya meningkat ADH kadar hormon di malam hari, menandakan ginjal untuk menghasilkan urin kurang. The diurnal change may not be seen until about age 10. Perubahan diurnal mungkin tidak terlihat sampai sekitar umur 10.
• Psikologis
Masalah psikologis (misalnya, kematian dalam keluarga, pelecehan seksual , ekstrim bullying ) yang didirikan sebagai penyebab enuresis nokturnal sekunder (kembali ke mengompol), tetapi sangat jarang menjadi penyebab mengompol tipe PNE . Mengompol dapat juga merupakan gejala gangguan neuropsikologi anak bernama panda . Ketika enuresis disebabkan oleh atau neuropsikologi gangguan psikologis, mengompol dianggap suatu gejala dari gangguan ini. Enuresis memiliki kode diagnosis psikologis (lihat bagian sebelumnya), tetapi tidak dianggap sebagai kondisi psikologis itu sendiri.
• Sembelit
Kronis sembelit dapat menyebabkan mengompol. Ketika isi perut penuh, dapat memberikan tekanan pada kandung kemih .
• Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD)
Anak-anak dengan ADHD adalah 2,7 kali lebih mungkin memiliki masalah mengompol.
• Kafein
Kafein meningkatkan urin produksi.
• Konsumsi alkohol
Minum alkohol meningkatkan urin produksi.
• Lebih parah isu-perkembangan neurologis
Pasien dengan cacat mental memiliki tingkat yang lebih tinggi dari masalah mengompol. Satu studi anak-anak berusia tujuh tahun menunjukkan bahwa "cacat dan terbelakang mental anak-anak, "memiliki tingkat mengompol hampir tiga kali lebih tinggi daripada anak-anak non-cacat (26,6% vs 9,5%, masing-masing).
• Sleep apnea
Sleep apneayang berasal dari atas napas obstruksi telah dikaitkan dengan mengompol. Mendengkur dan pembesaran amandel atau tumbuh-tumbuh adenoide adalah tanda potensi sleep apnea masalah.
• Tidur sambil berjalan
Tidur sambil berjalan dapat menyebabkan mengompol. Selama tidur sambil berjalan, mengigau mungkin berpikir dia adalah di ruangan lain. Ketika berjalan sambil tidur itu kencing selama episode tidur sambil berjalan, ia biasanya berpikir bahwa mereka berada di kamar mandi, dan karena itu buang air kecil di mana mereka berpikir toilet seharusnya. Kasus ini telah termasuk membuka lemari dan buang air kecil di dalamnya; kencing di sofa dan hanya buang air kecil di tengah ruangan.

Nokturnal enuresis

Frekuensi mengompol (epidemiologi)

Kebanyakan perempuan bisa tinggal kering di malam hari dengan usia enam tahun dan anak laki-laki yang paling tetap kering pada usia tujuh. Pria dari segala usia lebih mungkin untuk membasahi tempat tidur daripada wanita. Pria membentuk 60% dari keseluruhan bedwetters dan membuat lebih dari 90% dari mereka yang setiap malam basah.
Dokter sering menganggap mengompol sebagai masalah yang membatasi diri, karena kebanyakan anak akan mengatasi hal itu. Anak-anak 5-9 tahun memiliki angka kesembuhan spontan dari 14% per tahun. Remaja 10-18 tahun memiliki angka kesembuhan spontan dari 16% per tahun.
Studi mengompol pada orang dewasa telah menemukan berbagai tingkat. Penelitian paling dikutip di daerah ini dilakukan di Belanda. Hal ini menemukan tingkat 0,5% selama 18 - untuk usia 64-tahun. Sebuah studi Hong Kong, bagaimanapun, menemukan tingkat lebih tinggi. Hong Kong peneliti menemukan tingkat mengompol sebesar 2,3% dalam 16 - untuk anak-anak berusia 40 tahun.
Dua hal yang pertama adalah faktor yang paling umum di mengompol, tapi teknologi medis saat ini tidak menawarkan pengujian mudah menyebabkan baik. Tidak ada tes untuk membuktikan mengompol yang hanya penundaan perkembangan, dan pengujian genetik menawarkan manfaat sedikit atau tidak ada.
Akibatnya, dokter bekerja untuk menyingkirkan penyebab lainnya. Penyebab berikut ini kurang umum, namun lebih mudah untuk membuktikan dan lebih jelas diperlakukan:
• Infeksi / penyakit
Infeksi dan penyakit yang lebih kuat berhubungan dengan enuresis nokturnal sekunder dan dengan membasahi siang hari . Kurang dari 5% dari semua kasus mengompol disebabkan oleh infeksi atau penyakit, yang paling umum yang merupakan infeksi saluran kemih .
• Kelainan fisik
Kurang dari 10% dari enuretics memiliki saluran kemih abnormalitas, seperti yang lebih kecil dari biasanya kandung kemih . data saat ini tidak mendukung nada kandung kemih meningkat dalam beberapa enuretics, yang secara fungsional akan menurunkan kapasitas kandung kemih.
• Kurangnya anti-diuretik hormon (ADH) produksi
Sebagian dari anak-anak tidak mengompol menghasilkan cukup banyak hormon anti-diuretik. Seperti dijelaskan di atas, tubuh biasanya meningkat ADH kadar hormon di malam hari, menandakan ginjal untuk menghasilkan urin kurang. The diurnal change may not be seen until about age 10. Perubahan diurnal mungkin tidak terlihat sampai sekitar umur 10.
• Psikologis
Masalah psikologis (misalnya, kematian dalam keluarga, pelecehan seksual , ekstrim bullying ) yang didirikan sebagai penyebab enuresis nokturnal sekunder (kembali ke mengompol), tetapi sangat jarang menjadi penyebab mengompol tipe PNE . Mengompol dapat juga merupakan gejala gangguan neuropsikologi anak bernama panda . Ketika enuresis disebabkan oleh atau neuropsikologi gangguan psikologis, mengompol dianggap suatu gejala dari gangguan ini. Enuresis memiliki kode diagnosis psikologis (lihat bagian sebelumnya), tetapi tidak dianggap sebagai kondisi psikologis itu sendiri.
• Sembelit
Kronis sembelit dapat menyebabkan mengompol. Ketika isi perut penuh, dapat memberikan tekanan pada kandung kemih .
• Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD)
Anak-anak dengan ADHD adalah 2,7 kali lebih mungkin memiliki masalah mengompol.
• Kafein
Kafein meningkatkan urin produksi.
• Konsumsi alkohol
Minum alkohol meningkatkan urin produksi.
• Lebih parah isu-perkembangan neurologis
Pasien dengan cacat mental memiliki tingkat yang lebih tinggi dari masalah mengompol. Satu studi anak-anak berusia tujuh tahun menunjukkan bahwa "cacat dan terbelakang mental anak-anak, "memiliki tingkat mengompol hampir tiga kali lebih tinggi daripada anak-anak non-cacat (26,6% vs 9,5%, masing-masing).
• Sleep apnea
Sleep apneayang berasal dari atas napas obstruksi telah dikaitkan dengan mengompol. Mendengkur dan pembesaran amandel atau tumbuh-tumbuh adenoide adalah tanda potensi sleep apnea masalah.
• Tidur sambil berjalan
Tidur sambil berjalan dapat menyebabkan mengompol. Selama tidur sambil berjalan, mengigau mungkin berpikir dia adalah di ruangan lain. Ketika berjalan sambil tidur itu kencing selama episode tidur sambil berjalan, ia biasanya berpikir bahwa mereka berada di kamar mandi, dan karena itu buang air kecil di mana mereka berpikir toilet seharusnya. Kasus ini telah termasuk membuka lemari dan buang air kecil di dalamnya; kencing di sofa dan hanya buang air kecil di tengah ruangan.

Nocturnal enuresis

Nocturnal enuresis, biasa disebut mengompol, adalah istilah medis untuk paksa buang air kecil saat tidur setelah usia di mana kandung kemih DNS biasanya terjadi. Nocturnal enuresis dianggap primer (PNE) ketika anak belum memiliki berkepanjangan menjadi kering. Sekunder enuresis nokturnal (ESN) adalah ketika seorang anak atau orang dewasa mulai membasahi lagi setelah tinggal kering.
Mengompol adalah urologic keluhan umum masa kanak-kanak yang paling dan salah satu masalah kesehatan anak-yang paling umum. mengompol Namun, sebagian besar hanyalah sebuah gangguan perkembangan - bukan masalah emosional atau penyakit fisik. Hanya sebagian kecil (5% sampai 10%) dari kasus mengompol disebabkan oleh situasi medis khusus. Mengompol sering dikaitkan dengan sejarah keluarga kondisi.
Kebanyakan perempuan bisa tetap kering dengan usia enam tahun dan anak laki-laki yang paling tetap kering pada usia tujuh. Dengan sepuluh tahun, 95% anak-anak telah kering di malam hari. Studi dewasa di tempat mengompol tingkat antara 0,5% menjadi 2,3%.
Perawatan berkisar dari perilaku berbasis pilihan seperti mengompol alarm , untuk pengobatan seperti penggantian hormon, dan bahkan operasi seperti pembesaran uretra. Sejak mengompol paling hanyalah sebuah gangguan perkembangan, rencana perawatan yang paling bertujuan untuk melindungi atau meningkatkan harga diri . Mengompol anak-anak dan orang dewasa dapat mengalami stres emosional atau cedera psikologis jika mereka merasa malu dengan kondisi tersebut.. Pedoman Perawatan merekomendasikan bahwa dokter nasihat orang tua, peringatan tentang kerusakan yang disebabkan oleh tekanan psikologis, mempermalukan, atau hukuman atas kondisi anak-anak tidak dapat mengendalikan.
Normal proses tinggal kering
Dua fungsi fisik mencegah mengompol. Yang pertama adalah hormon yang mengurangi urin produksi pada malam hari. Yang kedua adalah kemampuan untuk bangun ketika kandung kemih penuh. Anak-anak biasanya mencapai kekeringan malam hari dengan mengembangkan satu atau kedua kemampuan. Tampaknya ada beberapa keturunan faktor dalam cara dan saat ini berkembang.
Kemampuan pertama adalah hormon yang mengurangi's siklus produksi urin tubuh. Pada sekitar matahari terbenam setiap hari, tubuh melepaskan ledakan menit hormoantidiuretik (juga dikenal sebagai arginin vasopressin atau AVP). Ini meledak hormon mengurangi ginjal urin output 'larut malam sehingga kandung kemih tidak mendapatkan penuh sampai pagi. Banyak anak mengembangkan itu antara usia dua dan enam tahun, lain antara enam dan akhir pubertas , dan beberapa tidak sama sekali.
Kemampuan kedua yang membantu orang tetap kering adalah bangun ketika kandung kemih sudah penuh. Kemampuan ini berkembang dalam rentang usia yang sama dengan hormon vasopresin, tetapi terpisah dari siklus hormon.
Sebagian besar anak mengembangkan kemampuan untuk tetap kering saat mereka tumbuh lebih tua. Proses pembangunan yang khas dimulai dengan satu-dan anak-anak dua tahun mengembangkan kandung kemih lebih besar dan mulai kepenuhan arti kandung kemih. Dua-dan anak-anak tiga tahun mulai tinggal kering siang hari. Empat dan lima-year-olds mengembangkan pola dewasa kontrol kemih dan mulai tinggal kering di malam hari.

Apakah Fobia Sekolah?

Apakah Fobia Sekolah?

Fobia sekolah adalah bentuk kecemasan yang tinggi terhadap sekolah yang biasanya disertai dengan berbagai keluhan yang tidak pernah muncul atau pun hilang ketika “masa keberangkatan” sudah lewat, atau hari Minggu / libur. Fobia sekolah dapat sewaktu-waktu dialami oleh setiap anak hingga usianya 14-15 tahun, saat dirinya mulai bersekolah di sekolah baru atau menghadapi lingkungan baru atau pun ketika ia menghadapai suatu pengalaman yang tidak menyenangkan di sekolahnya.

Tingkatan dan Jenis Penolakan Terhadap Sekolah

Para ahli menunjuk adanya beberapa tingkatan school refusal, mulai dari yang ringan hingga yang berat (fobia), yaitu :

1.
Initial school refusal behavior


adalah sikap menolak sekolah yang berlangsung dalam waktu yang sangat singkat (seketika/tiba-tiba) yang berakhir dengan sendirinya tanpa perlu penanganan.

2.
Substantial school refusal behavior


adalah sikap penolakan yang berlangsung selama minimal 2 minggu.

3.
Acute school refusal behavior


adalah sikap penolakan yang bisa berlangsung 2 minggu hingga 1 tahun, dan selama itu anak mengalami masalah setiap kali hendak berangkat sekolah

4.
Chronic school refusal behavior


adalah sikap penolakan yang berlangsung lebih dari setahun, bahkan selama anak tersebut bersekolah di tempat itu.

Tanda-tanda Fobia Sekolah

Ada beberapa tanda yang dapat dijadikan sebagai kriteria fobia sekolah atau pun school refusal, yaitu:

Menolak untuk berangkat ke sekolah.

Mau datang ke sekolah, tetapi tidak lama kemudian minta pulang

Pergi ke sekolah dengan menangis, menempel terus dengan mama/papa atau pengasuhnya, atau menunjukkan “tantrum”-nya seperti menjerit-jerit di kelas, agresif terhadap anak lainnya (memukul, menggigit, dsb) atau pun menunjukkan sikap-sikap melawan/menentang gurunya.

Menunjukkan ekspresi/raut wajah sedemikian rupa untuk meminta belas kasih guru agar diijinkan pulang – dan ini berlangsung selama periode tertentu.

Tidak masuk sekolah selama beberapa hari.

Keluhan fisik yang sering dijadikan alasan seperti sakit perut, sakit kepala, pusing, mual, muntah-muntah, diare, gatal-gatal, gemetaran, keringatan, atau keluhan lainnya. Anak berharap dengan mengemukakan alasan sakit, maka ia diperbolehkan tinggal di rumah.

Mengemukakan keluhan lain (di luar keluhan fisik) dengan tujuan tidak usah berangkat ke sekolah.

Waktu Berlangsungnya Fobia Sekolah

Berapa lama waktu berlangsungnya fobia sekolah amat tergantung pada penanganan yang dilakukan oleh orangtua. Makin lama anak dibiarkan tidak masuk sekolah (tidak mendapat penanganan apapun), makin lama problem itu akan selesai dan makin sering / intens keluhan yang dilontarkan anak. Namun, makin cepat ditangani, problem biasanya akan berangsur-angsur pulih dalam waktu sekitar 1 atau 2 minggu.

Faktor Penyebab

Ada beberapa penyebab yang membuat anak seringkali menjadi mogok sekolah. orangtua perlu bersikap hati-hati dan bijaksana dalam menyikapi sikap pemogokan itu, agar dapat memberikan penanganan yang benar-benar tepat. Alangkah baiknya, jika orangtua mau bersikap terbuka dalam mempelajari dan mencari semua kemungkinan yang bisa terjadi. Konsultasi dengan guru di sekolah, sharing dengan sesama orangtua murid, diskusi dengan anak, konsultasi dengan konselor/psikolog, (kalau perlu) memeriksakan anak ke paramedis/dokter sesuai keluhan yang dikemukakannya, hingga introspeksi diri – adalah metode yang tepat untuk mendapatkan gambaran penyebab dari fobia sekolah anak. Berhati-hatilah untuk membuat diagnosa secara subyektif, didasarkan pada pendapat pribadi diri sendiri atau keluhan anak semata. Di bawah ini ada beberapa penyebab fobia sekolah dan school refusal :

1.
Separation Anxiety


Separation anxiety pada umumnya dialami anak-anak kecil usia balita (18 – 24 bulan). Kecemasan itu sebenarnya adalah fenomena yang normal. Anak yang lebih besar pun (preschooler, TK hingga awal SD) tidak luput dari separation anxiety. Bagi mereka, sekolah berarti pergi dari rumah untuk jangka waktu yang cukup lama. Mereka tidak hanya akan merasa rindu terhadap orangtua, rumah, atau pun mainannya – tapi mereka pun cemas menghadapi tantangan, pengalaman baru dan tekanan-tekanan yang dijumpai di luar rumah.

Separation anxiety bisa saja dialami anak-anak yang berasal dari keluarga harmonis, hangat dan akrab yang amat dekat hubungannya dengan orangtua – singkat kata, tidak ada masalah dengan orangtua. Orangtua mereka adalah orangtua yang baik dan peduli pada anak, dan mempunyai kelekatan yang baik. Namun tetap saja anak cemas pada saat sekolah tiba. Tanpa orangtua pahami, anak-anak sering mencemaskan orangtuanya. Mereka takut kalau-kalau orangtua mereka diculik, atau diserang monster atau mengalami kecelakaan sementara mereka tidak berada di dekat orangtua. Ketakutan itu tidak dibuat-buat, namun merupakan fenomena yang biasa hinggap pada anak-anak usia batita dan balita. Oleh sebab itu, mereka tidak ingin berpisah dari orangtua dan malah lengket-nempel terus pada mama-papanya. Peningkatan kecemasan menimbulkan rasa tidak nyaman pada tubuh mereka, dan ini lah yang sering dikeluhkan (perut sakit, mual, pusing, dsb). Sejalan dengan perkembangan kognisi anak, ketakutan dan kecemasan yang bersifat irrasional itu akan memudar dengan sendirinya karena anak mulai bisa berpikir logis dan realistis.

Separation anxiety bisa muncul kala anak selesai menjalani masa liburan panjang atau pun mengalami sakit serius hingga tidak bisa masuk sekolah dalam jangka waktu yang panjang. Selama di rumah atau liburan, kuantitas kedekatan dan interaksi antara orangtua dengan anak tentu saja lebih tinggi dari pada ketika masa sekolah. Situasi demikian, sudah tentu membuat anak nyaman dan aman. Pada waktu sekolah tiba, anak harus menghadapi ketidakpastian yang menimbulkan rasa cemas dan takut. Namun, dengan berjalannya waktu, anak yang memiliki rasa percaya diri, dapat perlahan-lahan beradaptasi dengan situasi sekolah.

Peneliti berpendapat, anak yang mempunyai rasa percaya diri yang rendah, berpotensi menjadi anak yang anxiety prone-children (anak yang memiliki kecenderungan mudah cemas) dan cenderung mudah mengalami depresi. Banyak orangtua yang tidak sadar bahwa sikap dan pola asuh yang diterapkan pada anak ikut menyumbang terbentuknya dependency (ketergantungan), rasa kurang percaya diri dan kekhawatiran yang berlebihan. Contohnya, sikap orangtua yang overprotective terhadap anak hingga tidak menumbuhkan rasa percaya diri keberanian dan kemandirian. Anak tidak pernah diperbolehkan, dibiarkan atau didorong untuk berani mandiri. Orangtua takut kalau-kalau anaknya kelelahan, terluka, jatuh, tersesat, sakit, dan berbagai alasan lainnya. Anak selalu berada dalam proteksi, pelayanan dan pengawalan melekat dari orangtua. Akibatnya, anak akan tumbuh menjadi anak manja, selalu tergantung pada pelayanan dan bantuan orangtua, penakut, cengeng, dan tidak mampu memecahkan persoalannya sendiri. Banyak orangtua yang tanpa sadar membuat pola ketergantungan ini berlangsung terus-menerus agar mereka merasa selalu dibutuhkan (berarti, berguna) dan sekaligus menjadikan anak sebagai teman “abadi”. Padahal, dibalik ketergantungan sang anak terhadap orangtua, tersimpan kebutuhan dan ketergantungan orangtua pada “pengakuan” sang anak. Akibatnya, keduanya tidak dapat memisahkan diri saat anak harus mandiri dan sulit bertumbuh menjadi individu yang dewasa.

2.
Pengalaman Negatif di Sekolah atau Lingkungan


Mungkin saja anak menolak ke sekolah karena dirinya kesal, takut dan malu setelah mendapat cemoohan, ejekan atau pun di”ganggu” teman-temannya di sekolah. Atau anak merasa malu karena tidak cantik, tidak kaya, gendut, kurus, hitam, atau takut gagal dan mendapat nilai buruk di sekolah. Di samping itu, persepsi terhadap keberadaan guru yang galak, pilih kasih, atau “seram” membuat anak jadi takut dan cemas menghadapi guru dan mata pelajarannya. Atau, ada hal lain yang membuatnya cemas, seperti mobil jemputan yang tidak nyaman karena ngebut, perjalanan yang panjang dan melelahkan, takut pergi sendiri ke sekolah, takut sekolah setelah mendengar cerita seram di sekolah, takut menyeberang jalan, takut bertemu seseorang yang “menyeramkan” di perjalanan, takut diperas oleh kawanan anak nakal, atau takut melewati jalan yang sepi. Para ahli mengatakan, bahwa masalah-masalah tersebut sudah dapat menimbulkan stress dan kecemasan yang membuat anak menjadi moody, tegang, resah, dan mulai merengek tidak mau sekolah, ketika mulai mendekati waktu keberangkatan.

Masalahnya, tidak semua anak bisa menceritakan ketakutannya itu karena mereka sendiri terkadang masih sulit memahami, mengekspresikan dan memformulasikan perasaannya. Belum lagi jika mereka takut dimarahi orangtua karena dianggap alasannya itu mengada-ada dan tidak masuk akal. Dengan sibuknya orangtua, sementara anak-anak lebih banyak diurus oleh baby sitter atau mbak, makin membuat anak sulit menyalurkan perasaannya; dan akhirnya yang tampak adalah mogok sekolah, agresif, pemurung, kehilangan nafsu makan, keluhan-keluhan fisik, dan tanda-tanda lain seperti yang telah disebutkan di atas

3.
Problem Dalam Keluarga


Penolakan terhadap sekolah bisa disebabkan oleh problem yang sedang dialami oleh orangtua atau pun keluarga secara keseluruhan. Misalnya, anak sering mendengar atau bahkan melihat pertengkaran yang terjadi antara papa-mamanya, tentu menimbulkan tekanan emosional yang mengganggu konsentrasi belajar. Anak merasa ikut bertanggung jawab atas kesedihan yang dialami orangtuanya, dan ingin melindungi, entah mamanya – atau papanya. Sakitnya salah seorang anggota keluarga, entah orangtua atau kakak/adik, juga dapat membuat anak enggan pergi ke sekolah. Anak takut jika terjadi sesuatu dengan keluarganya yang sakit ketika ia tidak ada di rumah.

Penanganan

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan orangtua dalam menangani masalah fobia sekolah atau pun school refusal.

1.
Tetap menekankan pentingnya bersekolah


Para ahli pendidikan dan psikolog berpendapat bahwa terapi terbaik untuk anak yang mengalami fobia sekolah adalah dengan mengharuskannya tetap bersekolah setiap hari (the best therapy for school phobia is to be in school every day). Karena rasa takut harus diatasi dengan cara menghadapinya secara langsung. Menurut para ahli tersebut, keharusan untuk mau tidak mau setiap hari masuk sekolah, malah menjadi obat yang paling cepat mengatasi masalah fobia sekolah, karena lambat laun keluhannya akan makin berkurang hari demi hari. Makin lama dia “diijinkan” tidak masuk sekolah, akan makin sulit mengembalikannya lagi ke sekolah, dan bahkan keluhannya akan makin intens dan meningkat. Selain itu, dengan mengijinkannya absen dari sekolah, anak akan makin ketinggalan pelajaran, serta makin sulit menyesuaikan diri dengan teman-temannya.

Kemungkinan besar anak akan coba-coba bernegosiasi dengan orangtua, untuk menguji ketegasan dan konsistensi orangtua. Jika ternyata pada suatu hari orangtua akhirnya “luluh”, maka keesokkan harinya anak akan mengulang pola yang sama. Tetaplah bersikap hangat, penuh pengertian, namun tegas dan bijaksana sambil menenangkan anak bahwa semua akan lebih baik setibanya dia di sekolah.

2.
Berusahalah untuk tegas dan konsisten dalam bereaksi terhadap keluhan, rengekan, tantrum atau pun rajukan anak yang tidak mau sekolah.

Entah karena pusing mendengar suara anak atau karena amat mengkhawatirkan kesehatan anak, orangtua seringkali meluluskan permintaan anak. Tindakan ini tentu tidak sepenuhnya benar. Jika ketika bangun pagi anak segar bugar dan bisa berlari-lari keliling rumah atau pun sarapan pagi dengan baik, namun pada saat mau berangkat sekolah, tiba-tiba mogok – maka sebaiknya orangtua tidak melayani sikap “negosiasi” anak dan langsung mengantarnya ke sekolah. Satu hal penting untuk diingat adalah hindari sikap menjanjikan hadiah jika anak mau berangkat ke sekolah, karena hal ini akan menjadi pola kebiasaan yang tidak baik (hanya mau sekolah jika diberi hadiah). Anak tidak akan mempunyai kesadaran sendiri kenapa dirinya harus sekolah dan terbiasa memanipulasi orangtua/lingkungannya. Anak jadi tahu bagaimana taktik atau strategi yang jitu dalam mengupayakan agar keinginannya terlaksana.

Jika sampai terlambat, anak tetap harus berangkat ke sekolah – kalau perlu ditemani/ diantar orangtua. Demikian juga jika sesampai di sekolah anak minta pulang, maka orangtua harus tegas dan bekerja sama dengan pihak guru untuk menenangkan anak agar akhirnya anak merasa nyaman kembali. Jika anak menjerit, menangis, ngamuk, marah-marah atau bertingkah laku aneh-aneh lainnya, orangtua hendaknya sabar. Ajaklah anak ke tempat yang tenang dan bicaralah baik-baik hingga kecemasan dan ketakutannya berkurang/hilang; dan sesudah itu bawalah anak kembali ke kelasnya. Situasi ini dialami secara berbeda antara satu orang dengan yang lain, tergantung dari kemampuan orangtua menenangkan dan mendekatkan diri pada anak. Namun jika orangtua mengalami kesulitan dalam menghadapi sikap anaknya, mintalah bantuan pada guru atau sesama orangtua murid lainnya yang dikenal cukup dekat oleh anak. Terkadang, keberadaan mereka justru membuat anak lebih bisa mengendalikan diri.

3.
Konsultasikan masalah kesehatan anak pada dokter

Jika orangtua tidak yakin akan kesehatan anak, bawalah segera ke dokter untuk mendapatkan kepastian tentang ada/tidaknya problem kesehatan anak. orangtua tentu lebih peka terhadap keadaan anaknya setiap hari; perubahan sekecil apapun biasanya akan mudah dideteksi orangtua. Jadi, ketika anak mengeluhkan sesuatu pada tubuhnya (pusing, mual, dsb), orangtua dapat membawanya ke dokter yang buka praktek di pagi hari agar setelah itu anak tetap dapat kembali ke sekolah. Selain itu, dokter pun dapat membantu orangtua memberikan diagnosa, apakah keluhan anak merupakan pertanda dari adanya stress terhadap sekolah, atau kah karena penyakit lainnya yang perlu ditangani secara seksama

4.
Bekerjasama dengan guru kelas atau asisten lain di sekolah

Pada umumnya para guru sudah biasa menangani masalah fobia sekolah atau pun school refusal (terutama guru-guru preschool hingga TK). Hampir setiap musim sekolah tiba, ada saja murid yang mogok sekolah atau menangis terus tidak mau ditinggal orangtuanya atau bahkan minta pulang. Orangtua bisa minta bantuan pihak guru atau pun school assistant untuk menenangkan anak dengan cara-cara seperti membawanya ke perpustakaan, mengajak anak beristirahat sejenak di tempat yang tenang, atau pada anak yang lebih besar, guru dapat mendiskusikan masalah yang sedang memberati anak. Guru yang bijaksana, tentu bersedia memberikan perhatian ekstra terhadap anak yang mogok untuk mengembalikan kestabilan emosi sambil membantu anak mengatasi persoalan yang dihadapi – yang membuatnya cemas, gelisah dan takut. Selain itu, berdiskusi dengan guru untuk meneliti faktor penyebab di sekolah (misalnya diejek teman, dipukul, dsb) adalah langkah yang bermanfaat dalam upaya memahami situasi yang biasa dihadapi anak setiap hari.

5.
Luangkan waktu untuk berdiskusi/berbicara dengan anak

Luangkan waktu yang intensif dan tidak tergesa-gesa untuk dapat mendiskusikan apa yang membuat anak takut, cemas atau enggan pergi ke sekolah. Hindarkan sikap mendesak atau bahkan tidak mempercayai kata-kata anak. Cara ini hanya akan membuat anak makin tertutup pada orangtua hingga masalahnya tidak bisa terbuka dan tuntas. Orangtua perlu menyatakan kesediaan untuk mendampingi dan membantu anak mengatasi kecemasannya terhadap sesuatu, termasuk jika masalah bersumber dari dalam rumah tangga sendiri. Orangtua perlu introspeksi diri dan kalau perlu merubah sikap demi memperbaiki keadaan dalam rumah tangga.

Orangtua pun dapat mengajarkan cara-cara atau strategi yang bisa anak gunakan dalam menghadapi situasi yang menakutkannya. Lebih baik membekali anak dengan strategi pemecahan masalah daripada mendorongnya untuk menghindari problem, karena anak akan makin tergantung pada orangtua, makin tidak percaya diri, makin penakut, dan tidak termotivasi untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.

6.
Lepaskan anak secara bertahap

Pengalaman pertama bersekolah tentu mendatangkan kecemasan bagi anak, terlebih karena ia harus berada di lingkungan baru yang masih asing baginya dan tidak dapat ia kendalikan sebagaimana di rumah. Tidak heran banyak anak menangis sampai menjerit-jerit ketika diantar mamanya ke sekolah. Pada kasus seperti ini, orangtua perlu memberikan kesempatan pada anak menyesuaikan diri dengan lingkungan baru-nya. Pada beberapa sekolah, orangtua/pengasuh diperbolehkan berada di dalam kelas hingga 1-2 minggu atau sampai batas waktu yang telah ditentukan pihak sekolah. Lepaskan anak secara bertahap, misalnya pada hari-hari pertama, orangtua berada di dalam kelas dan lama kelamaan bergeser sedikit-demi sedikit di luar kelas namun masih dalam jangkauan penglihatan anak. Jika anak sudah bisa merasa nyaman dengan lingkungan baru dan tampak “happy” dengan teman-temannya – maka sudah waktunya bagi orangtua untuk meninggalkannya di kelas dan sudah waktunya pula bagi orangtua untuk tidak lagi bersikap overprotective, demi menumbuhkan rasa percaya diri pada anak dan kemandirian.

7.
Konsultasikan pada psikolog/konselor jika masalah terjadi berlarut-larut

Jika anak tidak dapat mengatasi fobia sekolahnya hingga jangka waktu yang panjang, hal ini menandakan adanya problem psikologis yang perlu ditangani secara proporsional oleh ahlinya. Apalagi, jika fobia sekolah ini sampai mengakibatkan anak ketinggalan pelajaran, prestasinya menurun dan hambatan penyesuaian diri yang serius – maka secepat mungkin persoalan ini segera dituntaskan. Psikolog/konselor akan membantu menemukan pokok persoalan yang mendasari ketakutan, kecemasan anak, sekaligus menemukan elemen lain yang tidak terpikirkan oleh keluarga – namun justru timbul dari dalam keluarga sendiri (misalnya takut dapat nilai jelek karena takut dimarahi oleh papanya). Untuk itulah konselor/psikolog umumnya menghendaki keterlibatan secara aktif dari pihak orangtua dalam menangani masalah yang dihadapi anaknya. Jadi, orangtua pun harus belajar mengenali siapa dirinya dan menilai bagaimana perannya sebagai orangtua melalui masalah-masalah yang timbul dalam diri anak.

Jadi, persoalan mogok sekolah seyogyanya bukanlah masalah yang serius (kecuali ada masalah kesehatan serius). Namun jika dibiarkan berlarut-larut dapat benar-benar menjadi masalah serius. Semoga berguna.

Gangguan Campuran Ansietas dan Depresi

Diskripsi
Gangguan ini mencakup pasien yang memiliki gejala kecemasan dan depresi, tetapi tidak memenuhi diagnostik untuk suatu gangguan kecemasan maupun suatu gangguan mood. Kombinasi gejala depresi dan kecemasan menyebabkan gangguan fungsional yang bermakna pada orang yang terkena.

Ada keterkaitan antara kecemasan dan depresi. Menurut ilmu kedokteran, keterkaitan itu dibuktikan dengan; 1) adanya neuroendokrin yang sama baik pada penderita gangguan depresi maupun kecemasan, 2) hipeaktivitas sistem noradrenergik selevan sebab menyebab pada beberapa pasien dengan gangguan depresi dan pada beberapa pasien dengan gangguan panik, 3) obat serogernik berguna dalam menobati gangguan depresi maupun kecemasan, 4) gejala kecemasan dan depresi berhubungan secara genetik pada beberapa keluarga.

Gejala
Gejala dari gangguan ini ditunjukkan dengan gejala-gejala baik pada kecemasan maupun depresi.

Pengobatan
Psikoterapi pada penderita dapat berupa terapi kognitif atau modifikasi perilaku. Farmakoterapi dapat termasuk obat antiansietas obat antidepresan atau keduanya. Di antara obat ansiolitik, penggunaan triazolobenzodiazepin mungkin diindikasikan karena efektivitas obat tersebut dalam mengobati depresi yang disertai kecemasan. Suatu obat yang mempengaruhi reseptor serotim seperti buspiron, dapat diindikasikan. Di antara antidepresan, antidepresan serotonergik mungkin yang paling efektif.

PROGNOSA DAN PENCEGAHAN RESEPTIF EKSPRESIF

Prognosa
Bentuk-ekspresif perkembangan bahasa reseptif gangguan campuran kurang kemungkinan untuk menyelesaikan baik daripada bentuk gangguan perkembangan bahasa ekspresif. Sebagian besar anak dengan gangguan yang terus memiliki masalah dengan kemampuan bahasa. Mereka mengembangkan mereka pada tingkat yang lebih lambat dari rekan-rekan mereka, yang menempatkan mereka pada posisi yang kurang menguntungkan tumbuh sepanjang karir pendidikan mereka. Beberapa orang didiagnosis dengan gangguan sebagai anak-anak memiliki masalah yang signifikan dengan mengekspresikan diri dan memahami orang lain dalam kehidupan dewasa.
Prognosis jenis-ekspresif yang diakuisisi dari gangguan bahasa reseptif dicampur tergantung pada sifat dan lokasi dari cedera otak. Beberapa orang mendapatkan keterampilan bahasa mereka kembali ke hari atau bulan. Orang lain mungkin perlu bertahun-tahun, dan beberapa orang tidak pernah sepenuhnya mengembalikan fungsi bahasa ekspresif atau kemampuan untuk memahami pembicaraan.
Pencegahan
Karena penyebab reseptif-ekspresif bahasa campuran gangguan perkembangan tidak jelas, tidak ada cara khusus untuk mencegah hal itu. Diet sehat selama kehamilan dan perawatan kehamilan secara rutin selalu disarankan. Karena bentuk yang diperoleh gangguan yang disebabkan oleh kerusakan pada otak, apa pun yang membantu untuk mencegah kerusakan otak mungkin memberikan perlindungan terhadap bahwa bentuk kekacauan. langkah-langkah pencegahan tindakan pencegahan seperti menurunkan kadar kolesterol darah, yang dapat membantu mencegah stroke, atau memakai helm sepeda atau mobil Sabuk Pengaman untuk mencegah cedera kepala traumatis.

DEMOGRAFI DAN PENGOBATAN (GANGGUAN BAHASA RESEPTIF

Demografi
Ekspresif gangguan bahasa reseptif Campuran didiagnosis di sekitar 5% dari anak-anak usia pra-sekolah, dan 3% dari anak-anak di sekolah. Anak-anak yang memiliki gangguan bahasa ekspresif dicampur-menerima lebih cenderung memiliki gangguan lain juga. Antara 40% -60% anak prasekolah yang memiliki gangguan ini juga dapat mengalami gangguan fonologi (kesulitan pembentukan suara). Membaca gangguan ini terkait dengan sebanyak separuh anak-anak dengan gangguan bahasa ekspresif-reseptif campuran yang usia sekolah. Anak-ekspresif dengan bahasa campuran gangguan reseptif juga lebih cenderung memiliki gangguan jiwa, terutama-gangguan perhatian defisit (ADD); diperkirakan bahwa 30-60 persen anak-ekspresif dengan bahasa campuran gangguan reseptif juga memiliki ADD. Anak-anak dari keluarga dengan sejarah gangguan bahasa lebih cenderung memiliki ini atau gangguan bahasa lain.


Pengobatan
Ekspresif gangguan bahasa reseptif Campuran harus ditangani segera setelah diidentifikasi. Awal intervensi adalah kunci untuk hasil yang sukses. Pengobatan melibatkan guru, saudara, orang tua, dan orang lain yang berinteraksi secara teratur dengan anak. Dijadwalkan secara teratur satu-satu pengobatan yang berfokus pada keterampilan bahasa tertentu juga bisa efektif, terutama bila dikombinasikan dengan pendekatan yang lebih umum yang melibatkan anggota keluarga dan pengasuh adalah Pengajaran. anak-anak dengan gangguan komunikasi khusus ini keterampilan sehingga mereka dapat berinteraksi dengan teman penting, karena masalah di wilayah ini dapat mengakibatkan kemudian isolasi sosial, depresi, atau masalah perilaku. Anak-anak yang didiagnosis dini dan mengajarkan keterampilan membaca dapat mengambil manfaat khususnya , karena masalah dengan membaca sering dikaitkan dengan-gangguan reseptif Bahasa ekspresif dicampur dan dapat menyebabkan masalah jangka panjang-serius akademik. Ada sedikit informasi membandingkan metode pengobatan yang berbeda, sering beberapa dicoba dalam kombinasi.

DIAGNOSA

Diagnosa
Yang merupakan standar referensi berkonsultasi dengan profesional kesehatan mental, menetapkan empat kriteria untuk mendiagnosis-ekspresif gangguan reseptif bahasa campuran. Kriteria pertama menyatakan bahwa anak berkomunikasi menggunakan pidato dan tampaknya memahami bahasa lisan pada tingkat yang lebih rendah dari yang diharapkan untuk itu umum tingkat kecerdasan anak. Kedua, anak masalah dengan ekspresi-diri dan pemahaman harus membuat kesulitan baginya dalam kehidupan sehari-hari atau dalam mencapai tujuan akademis. Jika anak memahami apa yang sedang dibicarakan pada tingkat yang normal atau wanita usia atau tahap pengembangan, maka diagnosis akan gangguan bahasa ekspresif. Jika anak cacat mental, tuli, atau memiliki masalah fisik lainnya, kesulitan dengan pidato harus lebih besar dari umumnya terjadi dengan anak cacat lainnya mungkin agar anak dapat didiagnosis dengan penyakit ini.
gangguan ini biasanya didiagnosis pada anak-anak karena orang tua atau guru mengungkapkan keprihatinan tentang masalah anak dengan komunikasi lisan. anak dokter mungkin memberikan anak pemeriksaan fisik untuk menyingkirkan masalah-masalah medis seperti kehilangan pendengaran. pengujian khusus untuk gangguan bahasa reseptif-ekspresif dicampur mengharuskan pemeriksa untuk menunjukkan bahwa anak tersebut tidak hanya berkomunikasi kurang baik dari yang diharapkan, tetapi juga mengerti pidato kurang baik. Hal ini dapat sulit, tetapi, untuk menentukan apa yang anak mengerti. Akibatnya, sebagian besar pemeriksa akan menggunakan tes non-verbal selain untuk tes yang membutuhkan pertanyaan dan jawaban yang diucapkan untuk menilai kondisi anak seakurat mungkin. Pada anak-anak yang agak cacat pendengaran, masalah sering bisa diperbaiki dengan menggunakan alat bantu dengar. Anak-anak yang berbicara bahasa lain selain Bahasa Inggris (atau bahasa yang dominan dari masyarakat mereka) di rumah harus diuji dalam bahasa jika memungkinkan. Dalam beberapa kasus, anak kemampuan untuk memahami dan berkomunikasi dalam bahasa Inggris adalah masalah, tidak atau kompetensi-nya dengan bahasa lisan secara umum.

DEFINISI , PENYEBAB , GEJALA GANGGUAN BAHASA RESEPTIF-EKSPRESIF

Gangguan bahasa reseptif- ekspresif mengacu pada anak- anak yang memiliki kesulitan baik dalam memahami maupun memproduksi bahasa verbal. Mungkin saja terdapat kesulitan dalam memahami kata- kata atau kalimat- kalimat. Dalam beberapa kasus, anak memiliki kesulitan memahami tipe- tipe kata atau kalimat tertentu (seperti kata- kata yang mengekspresikan perbedaan kuantitas; large, big, atau huge), istilah- istilah spasial (sperti dekat atau jauh), atau tipe- tipe kaliamat (seperti kalimat yang dimulai dengan kata unlike). Kasus- kasus lain ditandai oleh kesulitan memahami kata- kata dan kalimat- kalimat sederhana.
Penyebab dan gejala
Penyebab
Tidak ada diketahui penyebab reseptif-ekspresif bahasa campuran gangguan perkembangan.. Para peneliti sedang melakukan penelitian yang berkelanjutan untuk menentukan apakah faktor lingkungan biologi mungkin terlibat. Bentuk diperoleh dari hasil gangguan dari kerusakan langsung ke otak. Kerusakan dapat dipertahankan selama stroke, atau sebagai akibat dari cedera kepala traumatis, kejang , atau kondisi medis lainnya Gejala spesifik bentuk gangguan diperoleh umumnya tergantung pada bagian otak pasien yang telah terluka dan beratnya kerusakan.
Gejala
Tanda-tanda dan gejala-ekspresif gangguan reseptif bahasa campuran yang sebagian besar sama dengan gejala gangguan bahasa ekspresif. gangguan ini memiliki tanda dan gejala yang sangat bervariasi dari anak anak. Secara umum,-ekspresif gangguan reseptif bahasa campuran ini ditandai dengan kesulitan anak dengan komunikasi lisan. anak tidak memiliki masalah dengan pengucapan kata-kata, yang ditemukan dalam gangguan fonologis . Anak, bagaimanapun, memiliki masalah membangun kalimat yang koheren, menggunakan tata bahasa yang benar, mengingat kata-kata, atau masalah komunikasi yang sama. Seorang anak dengan gangguan bahasa ekspresif-reseptif campuran ini tidak mampu berkomunikasi pikiran, kebutuhan, atau ingin pada tingkat yang sama atau dengan kompleksitas nya sama atau teman-temannya. Selain itu, anak sering kali memiliki kosakata yang lebih kecil dari atau dia teman-temannya.
Anak-ekspresif dengan bahasa campuran gangguan reseptif juga memiliki masalah yang signifikan memahami apa yang orang lain katakan kepada mereka. Kurangnya pemahaman ini dapat menghasilkan respons yang tidak tepat atau kegagalan untuk mengikuti arah. Beberapa orang berpikir anak-anak ini sengaja keras kepala atau menjengkelkan, tapi ini tidak terjadi.. Mereka tidak mengerti apa yang dikatakan. Beberapa anak dengan gangguan ini memiliki masalah pemahaman jenis tertentu seperti istilah sebagai kata benda abstrak, kalimat yang rumit, atau istilah spasial.

KEPERAWATAN ELIMINASI

1. Riwayat keperawatan eliminasi
Riwayat keperawatan eliminasi fekal dan urin membantu perawat menentukan pola defekasi normal klien. Perawat mendapatkan suatu gambaran feses normal dan beberapa perubahan yang terjadi dan mengumpulkan informasi tentang beberapa masalah yang pernah terjadi berhubungan dengan eliminasi, adanya ostomy dan faktor-faktor yang mempengaruhi pola eliminasi.

Pengkajiannya meliputi:
a. Pola eliminasi
b. Gambaran feses dan perubahan yang terjadi
c. Masalah eliminasi
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti : penggunaan alat bantu, diet, cairan, aktivitas dan latihan, medikasi dan stress.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputi inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi dikhususkan pada saluran intestinal. Auskultasi dikerjakan sebelum palpasi, sebab palpasi dapat merubah peristaltik. Pemeriksaan rektum dan anus meliputi inspeksi dan palpasi. Inspeksi feses, meliputi observasi feses klien terhadap warna, konsistensi, bentuk permukaan, jumlah, bau dan adanya unsur-unsur abdomen.

3. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik saluran gastrointestinal meliputi tehnik visualisasi langsung / tidak langsung dan pemeriksaan laboratorium terhadap unsur-unsur yang tidak normal.

I. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan dalam eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine,inkontinensi dan enuresis
2. Perubahan dalam eliminasi fekal berhubungan dengan konstipasi, diare, inkontinensia usus, hemoroid, impaction
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya inkontinensi urine
4. Perubahan dalam rasa nyaman berhubungan dengan dysuria, nyeri saat mengejan
5. Resiko infeksi berhubungan dengan retensi urine, pemasangan kateter
6. Perubahan konsep diri berhubungan dengan inkontinensi
7. Self care defisit : toileting jika klien inkontinesi
8. Potensial defisit volume cairan berhubungan dengan gangguan fungsi saluran urinary akibat proses penyakit

GANGGUAN ELIMINASI FEKAL

2 Gangguan Eliminasi Fekal
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks defekasi instrinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.
Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses. Cairan feses di absorpsi sehingga feses menjadi keras dan terjadi konstipasi.

F. Tanda dan gejala
1. Tanda Gangguan Eliminasi urin
a. Retensi Urin
1). Ketidak nyamanan daerah pubis.
2). Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.
3). Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.
4). Meningkatnya keinginan berkemih dan resah
5). Ketidaksanggupan untuk berkemih
b. Inkontinensia urin
1). pasien tidak dapat menahan keinginan BAK sebelum sampai di WC
2). pasien sering mengompol

2. Tanda Gangguan Eliminasi Fekal
a. Konstipasi
1). Menurunnya frekuensi BAB
2). Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan
3). Nyeri rektum
b. Impaction
1). Tidak BAB
2). anoreksia
3). Kembung/kram
4). nyeri rektum
c. Diare
1). BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk
2). Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat
3). Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa.
4). feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.
d. Inkontinensia Fekal
1). Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,
2). BAB encer dan jumlahnya banyak
3). Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal
e. Flatulens
1). Menumpuknya gas pada lumen intestinal,
2). Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram.
3). Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)
f. Hemoroid
1). pembengkakan vena pada dinding rectum
2). perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang
3). merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi
4). nyeri

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan USG
2. Pemeriksaan foto rontgen
3. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses

FAKTOR(GANGGUAN ELIMINASI)

Faktor predisposisi/Faktor pencetus
1. Respon keinginan awal untuk berkemih atau defekasi.
Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan mengabaikan respon awal untuk berkemih atau defekasi. Akibatnya urine banyak tertahan di kandung kemih. Begitu pula dengan feses menjadi mengeras karena terlalu lama di rectum dan terjadi reabsorbsi cairan.
2. Gaya hidup.
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi urine dan defekasi. Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat mempengaruhi frekuensi eliminasi dan defekasi. Praktek eliminasi keluarga dapat mempengaruhi tingkah laku.
3. Stress psikologi
Meningkatnya stress seseorang dapat mengakibatkan meningkatnya frekuensi keinginan berkemih, hal ini karena meningkatnya sensitif untuk keinginan berkemih dan atau meningkatnya jumlah urine yang diproduksi.
4. Tingkat perkembangan.
Tingkat perkembangan juga akan mempengaruhi pola berkemih. Pada wanita hamil kapasitas kandung kemihnya menurun karena adanya tekanan dari fetus atau adanya lebih sering berkemih. Pada usia tua terjadi penurunan tonus otot kandung kemih dan penurunan gerakan peristaltik intestinal.
5. Kondisi Patologis.
Demam dapat menurunkan produksi urine (jumlah & karakter).
6. Obat-obatan, diuretiik dapat meningkatkan output urine. Analgetik dapat terjadi retensi urine.

E. Patofisiologi
1. Gangguan Eliminasi Urin
Gangguan pada eliminasi sangat beragam seperti yang telah dijelaskan di atas. Masing-masing gangguan tersebut disebabkan oleh etiologi yang berbeda. Pada pasien dengan usia tua, trauma yang menyebabkan cedera medulla spinal, akan menyebabkan gangguan dalam mengkontrol urin/ inkontinensia urin. Gangguan traumatik pada tulang belakang bisa mengakibatkan kerusakan pada medulla spinalis. Lesi traumatik pada medulla spinalis tidak selalu terjadi bersama-sama dengan adanya fraktur atau dislokasi. Tanpa kerusakan yang nyata pada tulang belakang, efek traumatiknya bisa mengakibatkan efek yang nyata di medulla spinallis. Cedera medulla spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf termasuk pada persyarafan berkemih dan defekasi.
Komplikasi cedera spinal dapat menyebabkan syok neurogenik dikaitkan dengan cedera medulla spinalis yang umumnya dikaitkan sebagai syok spinal. Syok spinal merupakan depresi tiba-tiba aktivitas reflex pada medulla spinalis (areflexia) di bawah tingkat cedera. Dalam kondisi ini, otot-otot yang dipersyarafi oleh bagian segmen medulla yang ada di bawah tingkat lesi menjadi paralisis komplet dan fleksid, dan refleks-refleksnya tidak ada. Hal ini mempengaruhi refleks yang merangsang fungsi berkemih dan defekasi. Distensi usus dan ileus paralitik disebabkan oleh depresi refleks yang dapat diatasi dengan dekompresi usus (Brunner & Suddarth, 2002). Hal senada disampaikan Sjamsuhidajat (2004), pada komplikasi syok spinal terdapat tanda gangguan fungsi autonom berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan defekasi.
Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling berlawanan dan bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih dalam hal penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom dan somatik. Selama fase pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis terhadap kandung kemih menjadi bertekanan rendah dengan meningkatkan resistensi saluran kemih. Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan proksimal uretra.
Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi yang simultan otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh sistem saraf parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu asetilkholin, suatu agen kolinergik. Selama fase pengisian, impuls afferen ditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung ganglion dorsal spinal sakral segmen 2-4 dan informasikan ke batang otak. Impuls saraf dari batang otak menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal. Selama fase pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis sakral dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor.
Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih menimbulkan relaksasi pada otot uretra trigonal dan proksimal. Impuls berjalan sepanjang nervus pudendus untuk merelaksasikan otot halus dan skelet dari sphincter eksterna. Hasilnya keluarnya urine dengan resistensi saluran yang minimal. Pasien post operasi dan post partum merupakan bagian yang terbanyak menyebabkan retensi urine akut. Fenomena ini terjadi akibat dari trauma kandung kemih dan edema sekunder akibat tindakan pembedahan atau obstetri, epidural anestesi, obat-obat narkotik, peregangan atau trauma saraf pelvik, hematoma pelvik, nyeri insisi episiotomi atau abdominal, khususnya pada pasien yang mengosongkan kandung kemihnya dengan manuver Valsalva. Retensi urine pos operasi biasanya membaik sejalan dengan waktu dan drainase kandung kemih yang adekuat.

ETIOLOGI(GANGGUAN ELIMINASI)

Etiologi
1. Gangguan Eliminasi Urin
a. Intake cairan
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi output urine atau defekasi. Seperti protein dan sodium mempengaruhi jumlah urine yang keluar, kopi meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari kebutuhan, akibatnya output urine lebih banyak.
b. Aktivitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus sfingter internal dan eksternal. Hilangnya tonus otot kandung kemih terjadi pada masyarakat yang menggunakan kateter untuk periode waktu yang lama. Karena urine secara terus menerus dialirkan keluar kandung kemih, otot-otot itu tidak pernah merenggang dan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas yang lebih berat akan mempengaruhi jumlah urine yang diproduksi, hal ini disebabkan karena lebih besar metabolisme tubuh
c. Obstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur urethra
d. Infeksi
e. Kehamilan
f. Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat
g. Trauma sumsum tulang belakang
h. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih, urethra.
i. Umur
j. Penggunaan obat-obatan

2. Gangguan Eliminasi Fekal
a. Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna:
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanantertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat
mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon.
b. Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme
c. Meningkatnya stress psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi
d. Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama.
Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak peristaltic dan dapat menyebabkan melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga feses mengeras
e. Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian morphin dan codein, menyebabkan konstipasi. Beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan kadang-kadang digunakan untuk mengobati diare
f. Usia; Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 – 3 tahun. Orang dewasajuga mengalami perubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalah atony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada proses defekasi.

g. Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord dan tumor.
Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkan stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa membatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan defekasi ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan. Akibatnya, klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien bisa mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi dari spinkter ani

MASALAH PADA GANGGUAN ELIMINASI

A. Pengertian
1. Gangguan Eliminasi Urin
Gangguan eliminasi urin adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Biasanya orang yang mengalami gangguan eliminasi urin akan dilakukan kateterisasi urine, yaitu tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urine.

2. Gangguan Eliminasi Fekal
Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko tinggi mengalami statis pada usus besar, mengakibatkan jarang buang air besar, keras, feses kering. Untuk mengatasi gangguan eliminasi fekal biasanya dilakukan huknah, baik huknah tinggi maupun huknah rendah. Memasukkan cairan hangat melalui anus sampai ke kolon desenden dengan menggunakan kanul rekti.

B. Masalah-masalah pada Gangguan Eliminasi
1. Masalah-masalah dalam eliminasi urin :
a. Retensi, yaitu adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan ketidak sanggupan kandung kemih untuk mengosongkan diri.
b. Inkontinensi urine, yaitu ketidaksanggupan sementara atau permanen otot sfingter eksterna untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung kemih.
c. Enuresis, Sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi pada malam hari (nocturnal enuresis), dapat terjadi satu kali atau lebih dalam semalam.
d. Urgency, adalah perasaan seseorang untuk berkemih.
e. Dysuria, adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih.
f. Polyuria, Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, seperti 2.500 ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake cairan.
g. Urinari suppresi, adalah berhenti mendadak produksi urine

2. Masalah eliminasi fekal yang sering ditemukan yaitu:
a. Konstipasi, merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan. BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap.
b. Impaction, merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid.
c. Diare, merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.
d. Inkontinensia fecal, yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung pada perawat.
e. Flatulens, yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang menghasilkan CO2.
f. Hemoroid, yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika terjadi infla-masi dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi.

DEMOGRAFI FONOLOGIS

Demografi
Gangguan fonologis tidak diketahui menyebabkan dianggap signifikan lebih umum dari gangguan fonologis yang disebabkan oleh kelainan neurologis atau structural. Diperkirakan bahwa% anak-anak 7-8 yang lima tahun mengalami gangguan fonologis dengan penyebab (gangguan fonologis perkembangan). Sekitar 7,5% anak usia antara tiga dan sebelas diduga memiliki gangguan perkembangan fonologis. gangguan fonologis lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Diperkirakan bahwa dua sampai empat kali lebih banyak anak laki-laki sebagai perempuan mengalami gangguan tersebut. Anak-anak yang mengalami gangguan fonologis lebih mungkin mengalami masalah bahasa lain dan gangguan. Anak-anak dengan atau lebih anggota keluarga yang memiliki kelainan ini atau bahasa yang sama juga dianggap lebih cenderung memiliki gangguan fonologis.
Pengobatan
Pengobatan oleh ahli patologi wicara-bahasa umumnya direkomendasikan untuk anak-anak dengan gangguan fonologi. terapi ini akan berbeda tergantung pada kebutuhan individu anak, tapi umumnya mengambil bentuk berlatih suara. Kadang-kadang anak menunjukkan cara-cara fisik yang suara dibuat, seperti dari mana untuk menempatkan lidah dan bagaimana untuk membentuk bibir. Pengulangan suara sulit dengan terapis merupakan bagian integral dari pengobatan. Ada perdebatan, Namun, bagaimana cara bahwa anak-anak dengan bentuk-bentuk yang lebih parah dari gangguan yang harus ditangani. Beberapa terapis percaya bahwa suara yang dipelajari kemudian dalam pembangunan harus ditujukan pertama, bahkan jika anak belum mengembangkan keterampilan terdengar lebih sederhana. terapi lain percaya bahwa suara sederhana harus ditangani pertama, karena lebih mudah untuk anak-anak dengan gangguan fonologi untuk menguasai mereka. Satu sekolah lain pemikiran adalah bahwa ketika anak mengembangkan rasa keberhasilan saat ini suara yang dikuasai, dan ia akan lebih rela melanjutkan pengobatan. Ada penelitian yang sedang berlangsung pada perdebatan ini, dan hasil pada 2002 adalah masih tercampur.
Anak-anak yang mengalami gangguan fonologis karena masalah neurologis atau struktural yang tidak memungkinkan mereka untuk menghasilkan beberapa suara yang sering dibantu untuk menemukan alternatif pendekatan untuk suara pada kisaran suara yang mereka mampu memproduksi.
Prognosis Prognosa
Prognosis untuk anak-anak dengan gangguan fonologi umumnya baik. Bagi banyak anak, menyelesaikan masalah secara spontan. Hal ini melaporkan bahwa pada 75% dari anak-anak dengan-atau-sedang bentuk gangguan ringan, dan masalah yang tidak berasal dari suatu kondisi medis, gejala menyelesaikan sebelum usia enam. Dalam banyak kasus lain, anak-anak yang menerima perawatan akhirnya mengembangkan normal atau dekat dengan pidato normal. Dalam beberapa kasus, mungkin ada efek ringan yang berlangsung hingga dewasa, tetapi pidato sepenuhnya dipahami. Untuk anak-anak dengan gangguan fonologis karena penyebab neurologis atau struktural, hasilnya umumnya terletak pada seberapa baik penyebab masalah diperlakukan.
Pencegahan
Tidak ada cara yang diketahui untuk mencegah gangguan fonologis. Diet sehat selama kehamilan dan perawatan kehamilan secara rutin dapat membantu untuk mencegah beberapa masalah neurologis atau struktural yang dapat mengakibatkan gangguan tersebut.

DIAGNOSA FONOLOGIS

Diagnosa
Diagnosis untuk gangguan fonologis sangat tergantung pada usia anak yang bersangkutan. Anak-anak yang berusia empat tahun mungkin mengalami kesulitan produksi ujaran yang menunjukkan perkembangan normal untuk usia mereka, sementara anak-anak yang berusia delapan tahun dan membuat kesalahan yang sama mungkin memiliki gangguan fonologis. Pada anak-anak dengan gangguan fonologi, pola dan urutan perolehan suara pidato biasanya mirip dengan mengembangkan anak-anak normal. Namun, bunyi ujaran keterampilan mengembangkan lebih lambat, sehingga usia merupakan faktor penting dalam menentukan diagnosis gangguan fonologis. Anak-anak dengan gangguan fonologis dapat membuat kesalahan yang sama bunyi ujaran sebagai yang lebih muda, biasanya mengembangkan anak-anak. Dalam beberapa kasus, gangguan fonologi anak-anak dengan menunjukkan contoh lebih dari kelalaian, substitusi, dan distorsi dalam pidato mereka.
Ketika Anda menjelajahi diagnosis gangguan fonologi, secara umum dianjurkan dokter untuk cek kemungkinan penyebab lain dari tanda-tanda dan gejala. anak mendengar A harus diperiksa, karena pidato suara yang tidak mendengar dengan baik oleh anak tidak dapat ditiru dan belajar dengan baik. Pada anak-anak usia sekolah, memahami bacaan harus diperiksa untuk menemukan gangguan bahasa lain, yang kadang-kadang hadir di samping gangguan fonologis. Keterlambatan perkembangan umum juga harus diperiksa oleh dokter. Penting untuk diingat bahwa untuk beberapa anak-anak yang bahasa ibunya adalah salah satu yang lain selain bahasa Inggris, masalah dengan bunyi-bunyi ujaran dapat hasil dari crossover miskin suara antara anak bahasa itu. Karena itu, ketika mendiagnosis anak dengan bahasa ibu yang berbeda, dianjurkan bahwa tes bahasa pertama melibatkan anak, serta bahasa Inggris. Juga, harus diingat bahwa di beberapa bagian negara, pelafalan normal beberapa kata berbeda dari pengucapan di bagian lain negara. Oleh karena itu anak latar belakang dan sejarah dapat menjadi sangat penting dalam membuat diagnosis.
The Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-IV-TR) menyatakan bahwa diagnosis gangguan fonologis yang akan dibuat, tiga kriteria umum harus dipenuhi. Kriteria pertama adalah bahwa si anak tidak mengembangkan keterampilan pidato suara dianggap sesuai untuk kelompok umur dia atau nya. Selain itu, kurangnya perolehan suara ujaran harus menyebabkan masalah untuk anak di rumah, di sekolah, atau dalam aspek-aspek penting lain dari kehidupan anak. Jika anak cacat mental, memiliki masalah dengan otot nya pembicaraan atau pendengaran, atau jika ada kekurangan lingkungan, diagnosis gangguan fonologis mungkin masih sesuai. Diagnosis hanya dapat dibuat, namun, jika kurangnya keterampilan pidato suara dianggap lebih besar dari yang lain masalah anak.