GANGGUAN KOMUNIKASI PADA ANAK
Yang termasuk gangguan komunikasi adalah berbagai masalah dalam berbahasa, berbicara dan mendengar. Gangguan bicara dan bahasa terdiri dari masalah artikulasi, masalah suara, masalah kelancaran berbicara (gagap), aphasia (kesulitan dalam menggunakan kata-kata, biasanya akibat cedera otak), dan keterlambatan dalam bicara dan atau bahasa. Keterlambatan bicara dan bahasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk faktor lingkungan atau hilangnya pendengaran.
Gangguan bicara dan bahasa juga berhubungan erat dengan area lain yang mendukungnya seperti fungsi otot mulut (oral motor) dan fungsi pendengaran. Keterlambatan dan gangguan bisa mulai dari bentuk yang sederhana seperti bunyi suara yang “tidak normal” (sengau, serak) , sampai dengan ketidak mampuan untuk mengerti atau menggunakan bahasa, atau ketidak mampuan mekanisme oral-motor dalam fungsinya untuk bicara atau makan.
Di Amerika Serikat, perkiraan keseluruhan terjadinya gangguan komunikasi adalah sekitar 5% anak usia sekolah, yang meliputi gangguan suara sebanyak 3% dan gagap 1%. Insidens anak usia sekolah dasar yang mengalami gangguan artikulasi adalah sekitar 2-3% walaupun persentasinya menurun dengan bertambah maturnya usia anak. Perkiraan terjadinya gangguan pendengaran juga bervariasi, namun berkisar 5% dari usia anak sekolah. Penelitian hal serupa di Indonesia belum ada.
1. Penyebab gangguan komunikasi pada anak
Dilihat dari penyebabnya: gangguan komunikasi bisa disebabkan oleh gangguan pada masalah memproduksi kata-kata karena motorik mulut, gangguan pada pendengaran sehingga tidak bisa mendengar kata apalagi mengingat kata-kata dengan jelas, tidak memahami arti kata-kata dan mengasosiasikan dengan situasi, dan lingkungan tidak mendukung anak untuk termotivasi berbicara atau mengembangkan kemampuan bicaranya.
Untuk penyebab yang pertama, biasanya di dalam speech therapy akan ditangani dengan pendekatan tertentu dilihat dari kebutuhan anak, pendekatan tersebut dapat berupa blowing atau oral motorik yang lain. Sedangkan penyebab kedua, biasanya diperiksa dulu pendengarannya,....atau umumnya anak-anak yang mengalami pendengaran lebih banyak belajar melalui visual (visual learning. Pada penyebab yang ketiga, ditangani dengan cara mengajari meaning kata, faktor lingkungan adalah faktor terakhir tapi sekaligus menopang seluruh faktor di atas bisa efektif, dan bisa ditangani melalui pendekatan functional comunication yang bisa di set up situasinya oleh lingkungan, dan bisa secara praktis dilakukan orang tua.
2. Dampak gangguan komunikasi
Banyak gangguan komunikasi terjadi sebagai akibat dari kondisi lain seperti gangguan belajar (learning disability), palsi serebral (cerebral palsy), keterbelakangan mental (mental retardation), celah bibir, atau celah langit-langit mulut.
3. Penanganan gangguan komunikasi pada anak
Cara praktis menciptakan situasi untuk menciptakan "functional comunication" adalah sebagai berikut:
1. Cari tahu hal yang paling menyenangkan buat anak, misalkan anak suka nonton film teletubis. Hal tersebut bisa digunakan untuk dijadikan situmulus untuk mengajari anak "functional comunication".
2. Mengetahui kemampuan anak untuk berkomunikasi sampai sejauh mana, dan kemudian ditetapkan target respon yang diharapkan. Misalkan, kalau anak belum sama sekali berkomunikasi maka target perilaku komunikasi yang diharapkan adalah menunjuk/komunikasi bahasa tubuh dulu. Bila anak sudah bisa berbicara, maka targetnya adalah mengucapkan satu kata, dua kata, dan sebagainya.
3. menciptakan situasi dimana anak harus mengkomunikasikan apa yang dinginkan kepada orang lain. Misalkan, saat dia ingin menonton "teletubies", kita letakan kaset telutubies favoritenya di tempat yang anak tidak bisa menjangkaunya, kemudian minta dia untuk menunjuk ketempat kaset diletakan, atau bilang"minta" kepada kita bila dia ingin kaset tersebut, dan sebagainya, sesuai dengan target perilaku komunikasi yang sudah ditetapkan pada point 2. Pada awalnya, kita bantu dengan prompt verbal atau prompt model sehingga anak menerima pembelajaran "functional komunikasi" ini dengan bersih. Anak menerima pesan, bila dia ingin sesuatu dia harus mengatakan keinginannya pada orang lain dalam bentuk bahasa tubuh atau verbal, dan kedua menghindari anak "tantrum"(luapan emosi yang meledak – ledak) karena memang belum mengerti apa yang kita inginkan darinya. Bantu anak pada awalnya, bila anak bisa mengikuti target perilaku komunikasi yang kita mau, berikan apa yang diminta, kemudian puji anak sebagai penghargaan yang memotivasi anak untuk melakukan hal yang sama. Setelah itu, dicoba satu kali lagi tanpa dibantu untuk memastikan apakah anak mengerti pesan atau keinginan anak tersebut. Bila anak bisa, berikan dia penghargaan yang lebih besar lagi, seperti sorakan dan sebagainya. Bila anak tidak bisa cukup bilang "coba lagi ya?!", setelah itu bantu anak sekali lagi, agar anak tidak "frustrasi". Sebisa mungkin buat situasi menyenangkan bagi anak.
4. Pastikan dalam setiap situasi yang diciptakan, anak bekerja dengan bersih, termasuk kontak mata, bahasa tubuh yang dimaksud, artikulasi kata, dan sebagainya.
5. Evaluasi kemampuan anak, kemudian kembangkan "functional comunication" ini seterusnya. Misalkan, yang tadi hanya menunjuk, selanjutnya harus mengatakan benda yang dimaksud, atau yang tadinya satu kata, harus bisa dua kata "minta kaset" dan sebagainya. Dengan begitu anak akan tertantang terus untuk berkomunikasi.
6. Yang terpenting adalah konsisten dalam menjalankan. Dalam arti semua orang dalam keluarga harus memperlakukan hal yang sama untuk anak, jadi anak mengerti itu adalah aturan main yang harus dia lakukan bila menginginkan sesuatu.
Dalam usaha meningkatkan kemampuan anak, dibutuhkan tim yang solid yang terdiri dari guru, dan orang tua tentunya. Namun sebelumnya dokter anak akan mengidentifikasi gangguan komunikasi apa yang dialami anak tersebut, salah satunya dengan mencek fungsi pendengaran anak bekerja sama dengan dokter Ahli Telinga Hidung Tenggorok.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar